Jumat, 04 Desember 2020

PELAKSANAAN UKMPPG BAGI RETAKER GURU MADRASAH DAN GURU PAI TAHUN 2020

Assalamu'alaikum wr.wb.
Kepada Yth Kepala Madrsah se-Kabupaten Garut

Menindak lanjuti surat dari Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat Nomor B.9628/Kw.10/II.4/PP.00/XI/2020 Tanggal 4 Desember 2020 Perihal : Pelaksanaan UKMPPG Bagi Retaker Guru Madrasah dan PAI Tahun 2020
Surat resminya bisa di download disini

Demikian pengumuman ini kami sampaikan, Agar menjadi perhatian

Wassalamu'alaikum wr.wb.
Garut, Desember 2020
An. Plt. Kepala,
Kepala Seksi Penmad


Ttd

H. Indra Karmawan

Minggu, 12 Juni 2016

MENGAPRESIASIKAN IKHLAS (DARI BAPAK K. AAS AHMAD HULASOH, S.Pd.I.,M.Pd)

Bismillaah,,
Sahabatku, sesuatu yang mudah diucapkan tetapi sangat berat untuk diaplikasikan adalah ikhlash. Sementara ikhlash adalah salah satu syarat diterimanya ibadah. Bagi para Fuqaha’ keikhlasan itu terletak pada niat seseorang ketika hendak beribadah, sehingga pada ibadah-ibadah yang disyaratkan niat yang bahkan niat tersebut merupakan rukun dari ibadah-ibadah tertentu disitulah arena mengaplikasikan keikhlasan, bahkan niat yang ikhlas itu harus terwujud baik dalam hatinya, lisannya, dan fikirannya. Lalu mengupayakan keikhlasan tersebut terus menerus selama menjalankan ibadah-ibadah. Tapi saya yakin bagi kita yang masih awam dan sepanjang hari dihiasi pesona-pesona dari luar akan sangat sulit melaksanakan ibadah dengan ikhlas.
Dalam kitab Bustaan al-‘Arifiin, Imam Abu Zakariya Muhyiddin Yahya bin Syarof an Nawawy yang masyhur dengan sebutan Imam Nawawy rahimahullah berkata:
أما الاخلاص فقال الله تعالى (وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين) الآية وروينا عن حذيفة بن اليمان رضي الله تعالى عنه قال سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الاخلاص ما هو فقال سألت جبريل عن الاخلاص ما هو فقال سألت رب العزة عن الاخلاص ما هو فقال سر من أسراري أودعته قلب من أحب من عبادي
“Adapun ikhlas, maka Allah berfirman: ‘Padahal mereka hanya diperintah beribadah kepada Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama….’ (Q.S. al-Bayyinah [98]:5). Dan kami meriwayatkan dari Hudzaifah bin al-Yaman r.a. dia berkata, ‘Aku bertanya kepada Rasulullah s.a.w. tentang apakah ikhlas itu?’, maka Nabi s.a.w. bersabda,’Aku bertanya kepada Jibril tentang apakah ikhlas itu?’, maka Jibril berkata,’Aku bertanya kepada Rabbal ‘izzati (Allah) tentang apakah ikhlas itu?, maka Allah berfirman:’(Ikhlas) adalah salah satu rahasia-Ku yang Aku campakkan pada qalbu orang yang Aku cintai dari hamba-hamba-Ku….” (Kitab Bustan al-‘Arifin)
Kemudian Imam Nawawy menjelaskan uraian yang panjang tentang makna ikhlash menurut pandangan para Ulama terutama para Shufy seperti Imam al-Qusyairy, Imam Abu ‘Ali ad-Daqqaq, Imam Abu Ya’qub as-Susy, Imam Dzun Nun al-Mishry, Imam Abi Utsman, Imam Fudhayl bin ‘Iyadh dan lain-lain dari para ulama besar. Dari semua yang diuraikan kembali kepada sebuah kesimpulan bahwa beramal dengan ikhlas merupakan karunia Allah yang perlu diupayakan saat menjalankan ibadah dan amal saleh. Walaupun demikian menurut beberapa ulama ikhlash itu merupakan ‘faidhullooh’/limpahan Allah yang tidak bisa dikasab tetapi bisa dirasakan oleh orang-orang yang menerima limpahan tersebut.
Tetapi, menurut sebagian yang lain bisa dikasab/diusahakan karena ikhlas itu adalah sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim yang mukallaf agar ibadahnya diterima.
Apakah ikhlas itu? Menurut Imam Nawawy dalam banyak referensi, seperti dalam kitab al-Adzkar mendefinisikan ikhlash dengan:
اَلْعَمَلُ لِأَجْلِ اللهِ
“Beramal semata-mata karena Allah”
Sedemikian pentingnya ikhlas sehingga ia merupakan syarat diterimanya ibadah dan merupakan “karcis” menuju syurganya Allah Ta’ala. Siapa yang tidak ikhlas walaupun ibadahnya sangat hebat dalam pandangan dzahir (lahiriah), maka tidak ada yang dapat kita terima pada hari akhirat kecuali kerugian dan neraka.
Sedemikian bangganya kita dengan amal-amal yang belum seberapa padahal dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, Imam Nasa-i, dan Imam Ahmad sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ -رضي الله عنه- قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ قَالَ: كَذَبْتَ، وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لِأَنْ يُقَالَ: جَرِيءٌ، فَقَدْ قِيلَ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ، وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ، وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ، قَالَ: كَذَبْتَ، وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ: عَالِمٌ وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ: هُوَ قَارِئٌ، فَقَدْ قِيلَ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّار، وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيهَا إِلَّا أَنْفَقْتُ فِيهَا لَكَ قَالَ: كَذَبْتَ، وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ: هُوَ جَوَادٌ: فَقَدْ قِيلَ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِيَ فِي النَّارِ
Dari Abu Hurairah r.a. : Saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya manusia yang pertama kali dihisab pada hari Kiamat ialah seseorang yang mati syahid, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas, lantas Dia bertanya: 'Apa yang telah kamu lakukan di dunia wahai hamba-Ku? Dia menjawab: 'Saya berjuang dan berperang demi Engkau ya Allah sehingga saya mati syahid.' Allah berfirman: 'Dusta kamu, sebenarnya kamu berperang bukan karena untuk-Ku, melainkan agar kamu disebut sebagai orang yang berani. Kini kamu telah menyandang gelar tersebut.' Kemudian diperintahkan kepadanya supaya dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka. Dan didatangkan pula seseorang yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas, Allah bertanya: 'Apa yang telah kamu perbuat? ' Dia menjawab, 'Saya telah belajar ilmu dan mengajarkannya, saya juga membaca Al Qur'an demi Engkau.' Allah berfirman: 'Kamu dusta, akan tetapi kamu belajar ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al Qur'an agar dikatakan seorang yang mahir dalam membaca, dan kini kamu telah dikatakan seperti itu, kemudian diperintahkan kepadanya supaya dia dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka. Dan seorang laki-laki yang di beri keluasan rizki oleh Allah, kemudian dia menginfakkan hartanya semua, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas.' Allah bertanya: 'Apa yang telah kamu perbuat dengannya? ' dia menjawab, 'Saya tidak meninggalkannya sedikit pun melainkan saya infakkan harta benda tersebut di jalan yang Engkau ridlai." Allah berfirman: 'Dusta kamu, akan tetapi kamu melakukan hal itu supaya kamu dikatakan seorang yang dermawan, dan kini kamu telah dikatakan seperti itu.' Kemudian diperintahkan kepadanya supaya dia dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka." (H. R. Imam Muslim, Imam Nasa-i, dan Imam Ahmad)
Sahabatku, mari kita berfikir dan bertanya pada diri sendiri, “Apakah kita sudah yakin akan menjadi orang yang selamat kelak..... ? Apakah ibadah yang telah dilakukan dengan membusungkan dada itu telah yakin akan diterima? Apakah kita sudah benar-benar menjalankan keikhlasan dalam niat dan ibadah kita?” Wallahu A’lam
Subhanallah, Mahasuci Engkau Ya Allah.... ampunilah kami dari segala kekurangan dalam menjalankan ibadah, jangankan menjalankan ibadah dengan ikhlash memiliki tanda-tanda ikhlash pun masih sedemikian jauh..
اللّهُمَّ اجْعَلْنَا مِمَّنْ أَخْلَصَ إِيْمَانَهُ وَقَلْبَهُ فِيْ جَمِيْعِ الْعِبَادَاتِ
“Ya Allah, jadikan kami termasuk orang yang menjalankan keikhlasan dalam iman dan qalbunya dalam segala ibadah.” Aammiin
Walhamdu lillaah

Selasa, 07 Juni 2016

DIALOG TENTANG SHALAT TARAWEH, 23 ATAU 11 RAKA’AT?

Bismillaah,,
SOAL: Ada anggapan dari segelintir orang bahwa mayoritas umat Islam shalat tarawehnya tidak sesuai dengan Sunnah, karena melakukannya dalam 20 raka’at, bukan 8 raka’at. Bagaimana tanggapan Anda?
JAWAB: Justru anggapan segelintir orang tersebut yang keliru. Sejak masa Khulafaur Rasyidin shalat taraweh dilaksanakan dalam 20 raka’at, ditambah 3 raka’at shalat witirnya.
SOAL: Mereka beranggapan bahwa dasar shalat taraweh itu 8 raka’at, ditambah 3 raka’at shalat witir adalah hadits riwayat al-Bukhari berikut ini:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: مَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيْدُ فِيْ رَمَضَانَ وَلاَ فِيْ غَيْرِهِ عَلىَ اِحْدَى عَشَرَةَ رَكْعَةً. رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ
“’Aisyah radhiyallahu anha berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah melebihi 11 raka’at (shalat malam), baik dalam bulan Ramadhan maupun selainnya.” (HR. al-Bukhari).
Bagaimana tanggapan Anda?
JAWAB: Hadits ‘Aisyah dalam riwayat al-Bukhari di atas memang bukan dalil shalat taraweh. Coba perhatikan, Imam al-Bukhari menulis bab sebelum hadits di atas begini:
بَابُ قِيَامِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِاللَّيْلِ فِي رَمَضَانَ وَغَيْرِهِ
Bab shalat malam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan Ramadhan dan lainnya.
Dari penyajian al-Bukhari di atas, para ulama memberikan beberapa kesimpulan berikut ini:
Pertama, hadits Aisyah di atas tidak memberikan pengertian bahwa shalat melebihi 11 raka’at hukumnya tidak afdhal (tidak utama), apalagi terlarang atau bid’ah.
Kedua, hadits tersebut hanya menginformasikan bahwa shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah lebih dari 11 raka’at, baik ketika bulan Ramadhan maupun di luarnya.
Ketiga, informasi bahwa shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah lebih dari 11 hanya berdasarkan sepengetahuan Aisyah radhiyallahu ‘anha.
SOAL: Apakah ada bukti riwayat lain bahwa shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lebih dari 11 raka’at?
JAWAB: Ya ada beberapa bukti.
Dalam satu riwayat, shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam justru 13 raka’at.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّيْ مِنَ اللَّيْلِ ثَلاَثَ عَشَرَةَ رَكْعَةً. رَوَاهُ مُسْلِمٌ وَابْنُ الْمُنْذِرِ وَابْنُ خُزَيْمَةَ
“Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menunaikan shalat malam 13 raka’at.” (HR. Muslim, Ibnu al-Mundzir dalam al-Ausath [5/157] dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya [2/191]).
Shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebanyak 13 raka’at justru diriwayatkan dari beberapa shahabat antara lain, Zaid bin Khalid al-Juhani, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Aisyah, dan Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhum.
Dalam riwayat lain, shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam 16 raka’at.
عن علي - رضي الله تعالى عنه - (قال: كان رسول الله - صلى الله عليه وسلم - يصلي من الليل ست عشرة ركعة سوى المكتوبة).
Dari Ali radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu menunaikan shalat pada malam hari sebanyak 16 raka’at, selain shalat maktubah (fardhu)”. HR al-Imam Ahmad dengan sanad yang para perawinya tsiqat (dipercaya).
Dalam riwayat lain, shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam 17 raka’at.
روى أبو الحسن بن الضحاك عن طاوس مرسلا (قال: كان رسول الله - صلى الله عليه وسلم - يصلي من الليل سبع عشرة ركعة).
Abu al-Hasan bin al-Dhahhak meriwayatkan dari Thawus secara mursal, berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu menunaikan shalat pada malam hari 17 raka’at”. (Al-Shalihi al-Syami, Subul al-Huda wa al-Rasyad fi Sirah Khair al-‘Ibad, juz 8 hlm 294).
Dari beberapa versi riwayat yang sampai kepada kita, ternyata shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ada 9 riwayat yang berbeda, mulai dari 4, 7, 8, 9, 6, 11, 13, 16 dan 17 raka’at. Semuanya diriwayatkan dalam kitab-kitab hadits.
SOAL: Berarti kelompok yang memastikan shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
hanya 11 raka’at tidak mengetahui tentang beberapa versi riwayat yang ada dalam kitab-kitab hadits?
JAWAB: Mungkin begitu. Dan atau mungkin juga tahu, tetapi memahaminya dengan kacamata olah raga. Misalnya dia berpikir bahwa riwayat 11 raka’at ada dalam Shahih al-Bukhari, dengan begitu berarti 11 raka’at lebih kuat dari riwayat yang lain. Padahal dalam memahami hadits, sistimatika yang diambil oleh para ulama bukan adu kekuatan riwayat.
SOAL: Kalau memang versi shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam paling banyak 17 raka’at, lalu bagaimana kalau kita shalat lebih dari 17 raka’at?
JAWAB: Shalat malam termasuk shalat sunnah mutlak yang tidak dibatasi dengan jumlah raka’at tertentu. Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ رَسُولُ اللهِ عَلَيْهِ السَّلاَم صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمْ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى
“Dari Ibnu Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Shalat malam dikerjakan 2 raka’at, 2 raka’at. Apabila salah seorang kamu khawatir shubuh, shalatlah 1 raka’at, sebagai witir bagi shalat yang telah dikerjakan.” (HR. al-Bukhari [990]).
Hadits di atas memberikan pengertian, bahwa shalat malam tidak memiliki batas tertentu, misalnya harus 8 atau 10 raka’at. Akan tetapi shalat malam boleh dikerjakan berapa saja, dengan dilaksanakan 2 raka’at, 2 raka’at. Dalam hadits lain juga diriwayatkan:
عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ تُوْتِرُوْا بِثَلاَثٍ تَشَبَّهُوْا بِالْمَغْرِبِ وَلَكِنْ اَوْتِرُوْا بِخَمْسٍ أَوْ بِسَبْعٍ أَوْ بِتِسْعٍ أَوْ بِاِحْدَى عَشَرَةَ رَكْعَةً أَوْ اَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ. أَخْرَجَهُ الْحَاكِمُ ، وَالْبَيْهَقِىُّ وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ.
“Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian mengerjakan shalat witir 3 raka’at, menyerupai shalat maghrib. Akan tetapi berwitirlah 5, 7, 9. 11 raka’at, atau lebih banyak dari itu.” (HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak [1/446], al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra [3/31], Ibnu Hibban dalam Shahih-nya [6/185], Ibnu al-Mundzir dalam al-Ausath [5/184]). Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban, al-Hakim, al-Dzahabi dan al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Talkhish al-Habir.
Dalam hadits di atas, terdapat perintah menunaikan shalat witir dengan 7 raka’at, 9 raka’at, 11 raka’at, atau lebih banyak lagi. Hal ini membuktikan bahwa shalat malam, termasuk shalat taraweh lebih dari 11 raka’at, yaitu 23 raka’at, tidak termasuk bid’ah, bahkan sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits-hadits shahih.
SOAL: Mengapa shalat taraweh yang dilakukan oleh umat Islam sebanyak 23 raka’at?
JAWAB: Mayoritas umat Islam melakukan shalat taraweh sebanyak 23 raka’at, karena jumlah itu yang dilakukan pada masa sahabat, yaitu masa Khulafaur Rasyidin radhiyallahu ‘anhum. Al-Imam al-Tirmidzi berkata dalam kitabnya al-Sunan:
وَاخْتَلَفَ أَهْلُ العِلْمِ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ، فَرَأَى بَعْضُهُمْ: أَنْ يُصَلِّيَ إِحْدَى وَأَرْبَعِينَ رَكْعَةً مَعَ الوِتْرِ، وَهُوَ قَوْلُ أَهْلِ الْمَدِينَةِ، وَالعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَهُمْ بِالمَدِينَةِ.
وَأَكْثَرُ أَهْلِ العِلْمِ عَلَى مَا رُوِيَ عَنْ عُمَرَ، وَعَلِيٍّ، وَغَيْرِهِمَا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِشْرِينَ رَكْعَةً، وَهُوَ قَوْلُ الثَّوْرِيِّ، وَابْنِ الْمُبَارَكِ، وَالشَّافِعِيِّ.
وقَالَ الشَّافِعِيُّ: وَهَكَذَا أَدْرَكْتُ بِبَلَدِنَا بِمَكَّةَ يُصَلُّونَ عِشْرِينَ رَكْعَةً.
وقَالَ أَحْمَدُ: رُوِيَ فِي هَذَا أَلْوَانٌ وَلَمْ يُقْضَ فِيهِ بِشَيْءٍ.
وقَالَ إِسْحَاقُ: بَلْ نَخْتَارُ إِحْدَى وَأَرْبَعِينَ رَكْعَةً عَلَى مَا رُوِيَ عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ.
Ahli ilmu (para ulama) berbeda pendapat tentang shalat malam pada bulan Ramadhan. Sebagian berpendapat, untuk menunaikan shalat 41 raka’at bersama witir, yaitu pendapat penduduk Madinah. Pengamalam berlaku seperti ini di kalangan mereka di Madinah.
Mayoritas ahli ilmu mengikut apa yang diriwayatkan dari Umar, Ali dan lain-lain dari para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu 20 raka’at. Ini adalah p
endapat al-Tsauri, Ibnu al-Mubarak dan al-Syafi’i.
Al-Syafi’i berkata: Demikianlah aku menjumpai di negeri kami di Makkah, mereka menunaikan shalat 20 raka’at.
Ahmad berkata: Dalam hal ini telah diriwayatkan beberapa versi, dan tidak pernah dipastikan dengan batasan tertentu.
Ishaq berkata: Kami memilih 41 raka’at sesuai apa yang diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab. (Sunan al-Tirmidzi, juz 2 hlm 162).
SOAL: Apakah riwayat taraweh 23 raka’at dari para sahabat itu riwayat yang shahih?
JAWAB: Pelaksanaan shalat taraweh secara terorganisir dengan satu imam dan di awal malam, belum pernah dilakukan pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan masa Khalifah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. pelaksanaan shalat taraweh tersebut baru dilakukan pada masa Khalifah Umar bin al-Khaththab. Pada awal mula shalat taraweh digagas oleh Khalifah Umar, dilakukan dengan 8 raka’at, plus witir 3 raka’at, dengan imam Ubai bin Ka’ab dan Tamim al-Dari. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitab al-Muwaththa’.
Kemudian pada masa-masa selanjutnya, shalat taraweh dilakukan dengan 20 raka’at, dan 3 witir, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitab al-Muwaththa’ juga dari jalur Yazid bin Khushaifah. Hal ini dilakukan untuk meringankan kepada jama’ah yang menunaikan shalat taraweh pada waktu itu. Karena ketika shalat taraweh dilakukan dalam 8 raka’at, para imam membacakan 50 atau 60 ayat dalam setiap raka’at, sehingga shalat taraweh selesai menjelang terbitnya fajar. Kemudian karena hal ini dianggap memberatkan bagi jama’ah, lalu sistemnya dirubah menjadi 23 raka’at, di mana dalam setiap raka’at, sang imam hanya membaca 20 atau 30 ayat. Sehingga sedikitnya ayat yang dibaca dalam shalat, dapat tertutupi dengan jumlah raka’at yang lebih banyak.
Pelaksanaan shalat taraweh 23 raka’at padamasa Khalifah Umar tersebut telah dishahihkan oleh al-Imam al-Nawawi dalam al-Khulashah dan al-Majmu’, al-Zaila’i dalam Nashb al-Rayah, al-Subki dalam Syarh al-Minhaj, al-Hafizh Ibnu al-‘Iraqi dalam Tharh al-Tatsrib, al-‘Aini dalam ‘Umdah al-Qari, al-Suyuthi dalam al-Mashabih, Ali al-Qari dalam Syarh al-Muwaththa’, al-Nimawi dalam Atsar al-Sunan dan lain-lain. Syaikh Ismail al-Anshari, salah seorang ulama Wahabi kontemporer telah menshahihkan riwayat tersebut dalam dalam kitabnya, Tashhih Hadits Shalat al-Tarawih ‘Isyrin Rak’ah wa al-Radd ‘ala al-Albani fi Tadh’ifih. Kitab ini sangat bagus untuk dibaca.
Pada masa Khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhuma, shalat taraweh tetap dilakukan dalam 23 raka’at, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra (juz 2 hal. 496). Shalat taraweh dengan jumlah 23 raka’at berlangsung hingga masa-masa berikutnya. Kecuali penduduk Madinah yang melakukannya 39 raka’at dan 41 raka’at sejak masa Salaf sebagaimana diriwayatkan dalam kitab-kitab hadits.
SOAL: Bagaimana dengan shalat taraweh menurut Madzhab Empat?
JAWAB: Menurut madzhab Hanafi, Syafi’i dan Hanbali, jumlah maksimal shalat taraweh adalah 20 raka’at ditambah 3 raka’at shalat witir. Hal ini berdasarkan shalat taraweh yang diriwayatkan dari Khalifah Umar, Utsman dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhum. Sedangkan menurut madzhab Maliki, jumlah raka’at shalat taraweh menurut riwayat yang populer dari Imam Malik adalah 46 raka’at, selain raka’at witir, sebagaimana diceritakan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari. Oleh karena itu pandangan yang membid’ahkan shalat taraweh lebih dari 11 raka’at adalah pandangan yang bid’ah dan tidak sesuai dengan ijma’ ulama salaf yang shaleh. Wallahu a’lam.
Walhamdu lillaah

SALAH SATU HIKMAH SHAUM (K. AAS AHMAD KHULASOH, S.Pd.I., M.Pd.I.)

Bismillaah,,
Salah satu hikmah shaum adalah membentuk pribadi-pribadi yang handal untuk menjadi pemimpin. Setiap kita adalah pemimpin, dan suatu saat akan mempertanggungjawabkan kepemimpinan tersebut. Pemimpin yang baik adalah yang mampu menjadi teladan bagi pengikutnya, dan tentunya memiliki “ability” (kemampuan) dan “competency” (kompetensi). Adanya kemampuan dan kompetensi terlahir setelah seseorang mengalami berbagai proses dalam hidupnya, terutama dalam hal kemampuan menghadapi situasi sulit dan kemampuan mengendalikan diri. Ibadah shaum akan memberikan efek terhadap hal itu, tentunya ketika seseorang melakukan shaum dengan “iimaanan wa-htisaaban”.
Agama Islam termasuk yang memperhatikan hal ini, termasuk dalam kepemimpinan shalat atau menjadi pemimpin suatu kaum. Pada bab siapa yang lebih berhak menjadi pemimpin, imam Muslim dalam shahihnya meriwayatkan hadits sebagai berikut:
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:” يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ، فَإِنْ كَانُوا فِي الْقِرَاءَةِ سَوَاءً، فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ، فَإِنْ كَانُوا فِي السُّنَّةِ سَوَاءً، فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً، فَإِنْ كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً، فَأَقْدَمُهُمْ سِلْمًا، وَلَا يَؤُمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِي سُلْطَانِهِ، وَلَا يَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلَّا بِإِذْنِهِ” قَالَ الْأَشَجُّ فِي رِوَايَتِهِ: مَكَانَ سِلْمًا سِنًّا
Dari Abi Mas’ud al-Anshary, ia berkata, telah bersabda Rasulullah s.a.w., “(Yang pantas) mengimami suatu kaum adalah mereka yang paling pandai membaca Kitab Allah (al-Qur’an). Jika mereka sama pandai, pilihlah yang lebih mengetahui tentang sunnah. Jika mereka sma alimnya, pilihlah yang lebih dulu hijrah. Jika mereka bersamaan dalam hijrah, pilihlah yang lebih tua usianya (dalam memeluk Islam). Janganlah kamu menjadi imam di wilayah kekuasaan orang lain dan janganlah duduk di tempat yang disediakan khusus untuk kemuliaan seseorang, kecuali dengan izinnya.” (Shahih Muslim)
Hadits di atas menurut para ulama adalah kriteria-kriteria seseorang yang berhak menjadi imam dalam shalat. Akan tetapi saya berpendapat, kriteria ini bisa diterapkan juga pada kepemimpinan di luar shalat dengan beberapa pendekatan.
Dalam kitab al Minhaj, yang merupakan syarah imam Nawawy atas kitab Shahih Muslim dalam uraian yang panjang, kriteria “aqro-uhum” dalam pandangan ulama terdapat perbedaan pendapat. Madzhab Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, dan sebagian Ashab Syafi’i berpendapat “aqro-uhum” (mereka yang lebih pandai membaca Kitab Allah) didahulukan daripada “أفقههم “ /afqohuhum (mereka yang lebih faham Kitab Allah). Tetapi menurut Imam Malik dan Imam asy-Syafi’i, kriteria “أفقههم “ /afqohuhum didahulukan daripada “aqro-uhum”. Buktinya adalah Sayyidina Abu Bakar r.a. didahulukan menjadi imam shalat padahal Rasulullah s.a.w. mengetahui ada sahabat lain yang lebih pandai bacaannya daripada Sayyidina Abu Bakar r.a. bahkan imam Nawawy menyebutkan satu pendapat, bahwa kriteria yang paling penting adalah “ الأورع“/al-Awro’u (yang lebih wara’, lebih hati-hati dalam memperhatikan halal dan haram). “Al-Awro’u” ini lebih didahulukan daripada “al-Afqahu” dan “al-Aqra-u”, karena maksud kepemimpinan akan berhasil melalui orang yang lebih wara’ daripada selainnya. Dan selanjutnya an-Nawawy menguraikan kriteria-kriteria berikutnya. (Lihat kitab al-Minhaj Syarh shahih Muslim bin al-Hajjaj, Dar Ihyaa at-Turats al-‘Araby, cetakan ke-2 Juz 5 hal. 172, 1392 H)
Sahabatku, memang mencari kriteria pemimpin yang ideal itu cukup sulit di masa sekarang walaupun di dalam hadits di atas usia menjadi kriteria terakhir dalam kepemimpinan. Kemampuan dan kompetensi menjadi pilihan utama dan pertama dibandingkan dengan semuanya. Senioritas memang salah satu kriteria, akan tetapi harus ditempatkan secara proporsional.
Inilah salah satu kendala di negeri kita yang sering menerapkan masalah senioritas tetapi bukan pada tempatnya, tidak proporsional yang akhirnya malah berakibat tidak baik kepada suatu lembaga atau organisasi yang sedang dikelola. Apalagi, ketika tingkat wara’ nya tidak nampak, maka antara yang halal dengan yang haram menjadi “abu-abu”, permasalahan bangsa yang multidimensi menurut saya salah satunya disebabkan kesalahan dalam mengangkat “pemimpin”. Dikhawatirkan ketika semua ini terus terjadi, maka Firman Allah menjadi kenyataan:
يستبدل قوما غيركم ولا يكونوا أمثالكم
“..... tergantikan oleh kaum selainmu dan tiada yang sepertimu.” (al-Qur’an)
Maka berhati-hatilah dalam masalah kepemimpinan, karena tugas kita di dunia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT dan menjadi khalifah fil ardh (pengatur muka bumi ini).
إِلهي طُوْل الْأَمَلِ غَرَّنِيْ وَحُبَ الدُّنْيَا أَهْلَكَنِيْ وَالشَّيْطَان أَضَلَّنِيْ وَالنَّفْس الْأَمَّارَة بِالسُّوْءِ عَنِ الْحَقِّ مَنَعَتْنِيْ وَقَرِيْنُ السُّوْءِ عَلَى الْمَعْصِيَّةِ أَعَانَنِيْ فَأَغِثْنِيْ يَا غِيَاثَ الْمُسْتَغِيْثِيْنَ فَإِنْ لَمْ تَرْحَمْنِيْ فَمَنْ ذَا الَّذِيْ يَرْحَمُنِيْ غَيْركَ
“Ilahi, panjangnya angan-angan telah menipuku, cinta dunia telah mencelakakanku, syetan telah menyesatkanku, nafsu ammarah yang mengajak kepada keburukan yang menentang dari kebenaran telah menghalangiku, teman yang jahat telah menolongku berbuat maksiat. Maka tolonglah aku, wahai Penolong orang-orang yang memohon pertolongan, jika Engkau tidak merahmatiku maka siapa lagi yang akan menyayangiku selainMu.”
Aammiin,,
Walhamdu lillaah

Kamis, 26 Februari 2015

PANDUAN VERVAL NRG BAGI YANG SUDAH MEMILIKI DAN YANG BELUM MEMILIKI

NRG adalah Nomor Registrasi Guru, yaitu nomor unik yang dimiliki guru yang sudah bersertifikasi. Semua guru yang telah sertifikasi memiliki Nomor Registrasi Guru (NRG). Para guru tersebut wajib melakukan verifikasi dan validasi (Verval) NRG melalui layanan PADAMU NEGERI. Apabila tidak melakukan verval atau registrasi ulang NRG maka NRG yang sebelumnya sudah diterbitkan dianggap tidak valid. Bagi guru yang belum memiliki NRG disediakan fitur untuk ajuan NRG Baru. 
Proses Verval NRG dengan cara, guru login ke akun PADAMU NEGERI. Update kelengkapan data sertifikasi, unggah berkas pindai (scan) dokumen Piagam Sertifikasi Guru yang dimilikinya. Ajukan verval NRG melalui Kepala Sekolah ke Dinas Pendidikan. Jika disetujui oleh Dinas, guru akan menerima bukti verval NRG. Berikut alur Proses keaktifan PTK dan alur VerVal NRG PTK. 

Bagi yang membutuhkan panduan lengkapnya bisa di Download di sini semoga bermanfaat

Jumat, 20 Februari 2015

Cara Registrasi Ulang NRG (Nomor Registrasi Guru)

Salah satu agenda dari Padamu Negeri ditahun 2015, adalah Registrasi Ulang NRG (Nomor Registrasi Guru) atau verifikasi dan valudasi ulang. Agenda tersebut merupakan agenda baru di semester 2 ini. Dimana pada semester 1, beberapa agenda di Padamu Negeri antara mengaktifkan NUPTK, mengisi EDS, dan PKG. Nah, pada semester 2 ini  ada beberapa tambahan pekerjaan untuk  PTK, yaitu setiap PTK yang sudah bersertifikasi wajib melakukan Registrasi Ulang NRG ( Nomor Registrasi Guru). Lalu bagaimana cara Registrasi Ulang NRG ( Nomor Registrasi Guru)? Kita tunggu info resmi berikutnya.

Untuk melihat agenda pada layanan Padamu Negeri pada tahun 2015 adalah:
  1. Melakukan Register Ulang NRG (Nomor Registrasi Guru) bagi  PTK yang telah menerima sertifikasi, dan jika tidak dilakukan proses registrasi ulang maka NRG yang telah diterbitkan akan dianggap tidak valid oleh sistem.
  2. Memastikan NUPTK/Peg ID Periode semester 2 TA  2014/2015 telah aktif, jika dalam 2 semester berturut-turut NUPTK/Peg Id tidak diaktifkan secara mandiri oleh PTK maka beresiko ada kemungkinan akan dinonaktifkan permanen oleh sistem pusat.
  3. Melakukan/ mengisi PKG (Penilaian Kinerja Guru) Pada Semester 2 tahun pelajaran 2014/2015, untuk hal ini berlaku wajib untuk semua pendidik dan kepsek baik sekolah negeri maupun sekolah swasta dilingkungan Kemdikbud  dan Kemenag.
  4. Mengisi Evaluasi Diri Sekolah/EDS ditujukan bagi yang belum melengkapi data pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015 dan EDS hanya berlaku pada naungan Kemdikbud.

Perlu diperhatikan, bahwa hasil Padamu Negeri akan menjadi data acuan bagi BPSDMPK-PMP
Kemdikbud dalam mendukung melaksanakan berbagai program unggulan yang diprogramkan pemerintah pada tahun 2015 ini diantaranya :

  1. Seleksi Peserta Program pendidikan Guru(PPG)
  2. UKG (Uji Kompetensi Guru)
  3. PKB (Pengembangan Ke Profesian Berkelanjutan)
  4. PPPG dan PPKSProgram Penilaian Prestasi kerja Guru dan Kepala Sekolah
  5. Program ProDEP kerjasama dengan  Australia.

Kemudian untuk melihat alur dalam verval NRG anda bisa  buka di link ini.

Beberapa akibat jika tidak melakukan veval diantaranya:



  1. Jika PTK tidak melakukan registrasi ulang NRG maka NRG yang sebelumnya telah  diterbitkan dianggap tidak valid.
  2. Jika PTK  dalam 2 semester berturut-turut NUPTK/PegID tidak diaktikan mandiri oleh setiap PTKmaka dinonaktifkan secara permanen oleh sistem.


Demikian beberapa informasi mengenai agenda Padamu Negeri pada tahun 2015 semester 2. Sementara itu, cara Registrasi Ulang NRG (Nomor Registrasi Guru) kita tunggu info resmi berikutnya.

Rabu, 05 November 2014

APLIKASI EMIS DEKSTOP RA 32 BIT DAN 64 BIT DAN PETUNJUK INSTALASINYA

Bagi Kepala / Operator RA yang membutuhkan aplikasi EMIS Dekstop dan Format Ms. Excell EMIS 2014/2015 Semester Ganjil silahkan download di bawah ini, semoga bermanfaat
Sebelum menggunakan aplikasi ini silahkan pelajari terlebih dahulu petunjuk instalasinya

  1. Aplikasi EMIS Dekstop RA 32 Bit dapat di Download di sini
  2. Aplikasi EMIS Dekstop RA 64 Bit dapat di Download di sini
  3. Format Aplikasi EMIS Berbasis Ms. Excell dapat di Download di sini
  4. Petunjuk instalasinya dapat di Download di sini
Terimakasih telah berkunjung

Minggu, 10 November 2013

10 KISAH CINTA PALING INDAH DALAM ISLAM

 [1] ALI BIN ABI THALIB DAN FATIMAH AZ-ZAHRA

Cinta Ali dan Fatimah luar biasa indah, terjaga kerahasiaanya dalam sikap, ekspresi, dan kata, hingga akhirnya Allah menyatukan mereka dalam suatu pernikahan. Konon saking rahasianya, setan saja tidak tahu menahu soal cinta di antara mereka.

Ali terpesona pada Fatimah sejak lama, disebabkan oleh kesantunan, ibadah, kecekatan kerja, dan paras putri kesayangan Rasulullah Saw. itu. Ia pernah tertohok dua kali saat Abu Bakar dan Umar ibn Khattab melamar Fatimah sementara dirinya belum siap untuk melakukannya. Namun kesabarannya berbuah manis, lamaran kedua orang sahabat yang tak diragukan lagi kesholehannya tersebut ternyata ditolak Rasulullah Saw. Akhirnya Ali memberanikan diri. Dan ternyata lamarannya kepada Fatimah yang hanya bermodal baju besi diterima.

Di sisi lain, Fatimah ternyata telah memendam cintanya kepada Ali sejak lama. Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari setelah kedua menikah, Fatimah berkata kepada Ali: “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda dan aku ingin menikah dengannya”. Ali pun bertanya mengapa ia tetap mau menikah dengannya, dan apakah Fatimah menyesal menikah dengannya. Sambil tersenyum Fathimah menjawab, “Pemuda itu adalah dirimu”

[2] UMAR BIN ABDUL AZIZ

Umar bin Abdul Aziz, khalifah termasyhur dalam Bani Umayyah, suatu kali jatuh cinta pada seorang gadis, namun istrinya, Fatimah binti Abdul Malik tak pernah mengizinkannya menikah lagi. Suatu saat dikisahkan bahwa Umar mengalami sakit akibat kelelahan dalam mengatur urusan pemerintahan. Fatimah pun datang membawa kejutan untuk menghibur suaminya. Ia menghadiahkan gadis yang telah lama dicintai Umar, begitu pun si gadis mencintai Umar. Namun Umar malah berkata: “Tidak..!! Ini tidak boleh terjadi. Saya benar-benar tidak merubah diri saya kalau saya kembali kepada dunia perasaan semacam itu.”

Umar memenangkan cinta yang lain, karena memang ada cinta di atas cinta. Akhirnya ia menikahkan gadis itu dengan pemuda lain. Tidak ada cinta yang mati di sini. Karena sebelum meninggalkan rumah Umar, gadis itu bertanya, “Umar, dulu kamu pernah mencintaiku. Tapi kemanakah cinta itu sekarang?” Umar bergetar haru, tapi ia kemudian menjawab, “Cinta itu masih tetap ada, bahkan kini rasanya lebih dalam.”

[3] ABDURRAHMAN IBN ABU BAKAR

Abdurrahman bin Abu Bakar Ash Shiddiq dan istrinya, Atika, amat saling mencintai satu sama lain sehingga Abu Bakar merasa khawatir dan pada akhirnya meminta Abdurrahman menceraikan istrinya karena takut cinta mereka berdua melalaikan dari jihad dan ibadah. Abdurrahman pun menuruti perintah ayahnya, meski cintanya pada sang istri begitu besar.

Namun tentu saja Abdurrahman tak pernah bisa melupakan istrinya. Berhari-hari ia larut dalam duka meski ia telah berusaha sebaik mungkin untuk tegar. Perasaan Abdurrahman itu pun melahirkan syair cinta indah sepanjang masa:

Demi Allah, tidaklah aku melupakanmu
Walau mentari tak terbit meninggi
Dan tidaklah terurai air mata merpati itu
Kecuali berbagi hati
Tak pernah kudapati orang sepertiku
Menceraikan orang seperti dia
Dan tidaklah orang seperti dia dithalaq karena dosanya
Dia berakhlaq mulia, beragama, dan bernabikan Muhammad
Berbudi pekerti tinggi, bersifat pemalu dan halus tutur katanya

Akhirnya hati sang ayah pun luluh. Mereka diizinkan untuk rujuk kembali. Abdurrahman pun membuktikan bahwa cintanya suci dan takkan mengorbankan ibadah dan jihadnya di jalan Allah. Terbukti ia syahid tak berapa lama kemudian.

[4] RASULULLAH DAN KHADIJAH BINTI KHUWAILID

Teladan dalam kisah cinta terbaik tentunya datang dari insan terbaik sepanjang masa: Rasulullah Saw. Cintanya kepada Khadijah tetap abadi walaupun Khadijah telah meninggal. Alkisah ternyata Rasulullah telah memendam cintanya pada Khadijah sebelum mereka menikah. Saat sahabat Khadijah, Nafisah binti Muniyah, menanyakan kesedian Nabi Saw. untuk menikahi Khadijah, maka Beliau menjawab: “Bagaimana caranya?” Ya, seolah-olah Beliau memang telah menantikannya sejak lama.
Setahun setelah Khadijah meninggal, ada seorang wanita Shahabiyah yang menemui Rasulullah Saw. Wanita ini bertanya, “Ya Rasulullah, mengapa engkau tidak menikah? Engkau memiliki 9 keluarga dan harus menjalankan seruan besar.”

Sambil menangis Rasulullah Saw menjawab, “Masih adakah orang lain setelah Khadijah?”
Kalau saja Allah tidak memerintahkan Muhammad Saw untuk menikah, maka pastilah beliau tidak akan menikah untuk selama-lamanya. Nabi Muhammad Saw menikah dengan Khadijah layaknya para lelaki. Sedangkan pernikahan-pernikahan setelah itu hanya karena tuntutan risalah Nabi Saw, beliau tidak pernah dapat melupakan istri Beliau ini walaupun setelah 14 tahun Khadijah meninggal.
Masih banyak lagi bukti-bukti cinta dahsyat nan luar biasa islami Rasulullah Saw. kepada Khadijah. Subhanallah.

[5] RASULULLAH DAN AISYAH

Jika Rasulullah ditanya siapa istri yang paling dicintainya, Rasul menjawab, “Aisyah”. Tapi ketika ditanya tentang cintanya pada Khadijah, beliau menjawab, “Cinta itu Allah karuniakan kepadaku.” Cinta Rasulullah pada keduanya berbeda, tapi keduanya lahir dari satu yang sama: pesona kematangan.

Pesona Khadijah adalah pesona kematangan jiwa. Pesona ini melahirkan cinta sejati yang Allah kirimkan kepada jiwa Nabi Saw. Cinta ini pula yang masih menyertai nama Khadijah tatkala nama tersebut disebut-sebut setelah Khadijah tiada, sehingga Aisyah cemburu padanya.

Sedangkan Aisyah adalah gabungan dari pesona kecantikan, kecerdasan, dan kematangan dini. Ummu Salamah berkata, “Rasulullah tidak dapat menahan diri jika bertemu dengan Aisyah.”

Banyak kisah-kisah romantis yang menghiasi kehidupan Nabi Muhammad dan istrinya, Aisyah. Rasulullah pernah berlomba lari dengan Aisyah. Rasul pernah bermanja diri kepada Aisyah. Rasulullah memanggil Aisyah dengan panggilan kesayangan ‘Humaira’. Rasulullah pernah disisirkan rambutnya, dan masih banyak lagi kisah serupa tentang romantika suami-istri.

[6] THALHAH IBN ‘UBAIDILLAH

Satu hari ia berbincang dengan ‘Aisyah, isteri sang Rasulullah, yang masih terhitung sepupunya. Rasulullah datang, dan wajah beliau pias tak suka. Dengan isyarat, Rasulullah meminta ‘Aisyah masuk ke dalam bilik. Wajah Thalhah memerah. Ia undur diri bersama gumam dalam hati: “Beliau melarangku berbincang dengan ‘Aisyah. Tunggu saja, jika beliau telah diwafatkan Allah, takkan kubiarkan orang lain mendahuluiku melamar ‘Aisyah.”
Satu saat dibisikannya maksud itu pada seorang kawan, “Ya, akan kunikahi ‘Aisyah jika Rasulullah telah wafat.”

Gumam hati dan ucapan Thalhah disambut wahyu. Allah menurunkan firman-Nya kepada Rasulullah dalam ayat kelima puluh tiga surat Al Ahzab: “Dan apabila kalian meminta suatu hajat kepada isteri Nabi itu, maka mintalah pada mereka dari balik hijab. Demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka. Kalian tiada boleh menyakiti Rasulullah dan tidak boleh menikahi isteri-isterinya sesudah wafatnya selama-lamanya.”

Ketika ayat itu dibacakan padanya, Thalhah menangis. Ia lalu memerdekakan budaknya, menyumbangkan kesepuluh untanya untuk jalan Allah, dan menunaikan haji dengan berjalan kaki sebagai taubat dari ucapannya. Kelak, tetap dengan penuh cinta dinamainya putri kecil yang disayanginya dengan asma ‘Aisyah. ‘Aisyah binti Thalhah. Wanita jelita yang kelak menjadi permata zamannya dengan kecantikan, kecerdasan, dan kecemerlangannya. Persis seperti ‘Aisyah binti Abi Bakr yang pernah dicintai Thalhah.
Subhanallah.

[7] KISAH CINTA YANG MEMBAWA SURGA

Al-Mubarrid menyebutkan dari Abu Kamil dari Ishaq bin Ibrahim dari Raja’ bin Amr An-Nakha’i, ia berkata: “Adalah di Kufah, terdapat pemuda tampan, dia sangat rajin dan taat. Suatu waktu dia berkunjung ke kampung dari Bani An-Nakha’.

Dia melihat seorang wanita cantik dari mereka sehingga dia jatuh cinta dan kasmaran. Dan ternyata cintanya pada si wanita cantik tak bertepuk sebelah tangan.

Karena sudah jatuh cinta, akhirnya pemuda itu mengutus seseorang untuk melamar gadis tersebut. Tetapi si ayah mengabarkan bahwa putrinya telah dojodohkan dengan sepupunya. Walau demikian, cinta keduanya tak bisa padam bahkan semakin berkobar. Si wanita akhirnya mengirim pesan lewat seseorang untuk si pemuda, bunyinya, ‘Aku telah tahu betapa besar cintamu kepadaku, dan betapa besar pula aku diuji dengan kamu. Bila kamu setuju, aku akan mengunjungimu atau aku akan mempermudah jalan bagimu untuk datang menemuiku di rumahku.’

Dijawab oleh pemuda tadi melalui orang suruhannya, ‘Aku tidak setuju dengan dua alternatif itu, sesungguhnya aku merasa takut bila aku berbuat maksiat pada Rabbku akan adzab yang akan menimpaku pada hari yang besar. Aku takut pada api yang tidak pernah mengecil nyalanya dan tidak pernah padam kobaranya.’

Ketika disampaikan pesan tadi kepada si wanita, dia berkata, ‘Walau demikian, rupanya dia masih takut kepada Allah? Demi Allah, tak ada seseorang yang lebih berhak untuk bertaqwa kepada Allah dari orang lain. Semua hamba sama-sama berhak untuk itu.’

Kemudian dia meninggalkan urusan dunia dan menyingkirkan perbuatan-perbuatan buruknya serta mulai beribadah mendekatkan diri kepada Allah. Akan tetapi, dia masih menyimpan perasaan cinta dan rindu pada sang pemuda. Tubuhnya mulai kurus karena menahan rindunya, sampai akhirnya dia meninggal dunia karenanya. Dan pemuda itu seringkali berziarah ke kuburnya, dia menangis dan mendo’akanya. Suatu waktu dia tertidur di atas kuburannya. Dia bermimpi berjumpa dengan kekasihnya dengan penampilan yang sangat baik. Dalam mimpi dia sempat bertanya, ‘Bagaimana keadaanmu? Dan apa yang kau dapatkan setelah meninggal?’

Dia menjawab, ‘Sebaik-baik cinta wahai orang yang bertanya, adalah cintamu. Sebuah cinta yang dapat mengiring menuju kebaikan.’

Pemuda itu bertanya, ‘Jika demikian, kemanakah kau menuju?’ Dia jawab, ‘Aku sekarang menuju pada kenikmatan dan kehidupan yang tak berakhir. Di Surga kekekalan yang dapat kumiliki dan tidak akan pernah rusak.’

Pemuda itu berkata, ‘Aku harap kau selalu ingat padaku di sana, sebab aku di sini juga tidak melupakanmu.’ Dia jawab, ‘Demi Allah, aku juga tidak melupakanmu. Dan aku meminta kepada Tuhanku dan Tuhanmu (Allah) agar kita nanti bisa dikumpulkan. Maka, bantulah aku dalam hal ini dengan kesungguhanmu dalam ibadah.’

Si pemuda bertanya, ‘Kapan aku bisa melihatmu?’ Jawab si wanita, ‘Tak lama lagi kau akan datang melihat kami.’ Tujuh hari setelah mimpi itu berlalu, si pemuda dipanggil oleh Allah menuju kehadiratNya, meninggal dunia.
Benar-benar sebuah kisah cinta yang agung dengan berdasarkan janji bertemu di surga. Luar biasa.

[8] UMMU SULAIM DAN ABU THALHAH

Ummu Sulaim merupakan janda dari Malik bin Nadhir. Abu Thalhah yang memendam rasa cinta dan kagum akhirnya memutuskan untuk menikahi Ummu Sulaim tanpa banyak pertimbangan. Namun di luar dugaan, jawaban Ummu Sulaim membuat lidahnya menjadi kelu dan rasa kecewanya begitu menyesakkan dada, meski Ummu Sulaim berkata dengan sopan dan rasa hormat:

“Sesungguhnya saya tidak pantas menolak orang yang seperti engkau, wahai Abu Thalhah. Hanya sayang engkau seorang kafir dan saya seorang muslimah. Maka tak pantas bagiku menikah denganmu. Coba Anda tebak apa keinginan saya?”
“Engkau menginginkan dinar dan kenikmatan,” kata Abu Thalhah.
“Sedikit pun saya tidak menginginkan dinar dan kenikmatan. Yang saya inginkan hanya engkau segera memeluk agama Islam,” tukas Ummu Sualim tandas.
“Tetapi saya tidak mengerti siapa yang akan menjadi pembimbingku?” tanya Abu Thalhah.
“Tentu saja pembimbingmu adalah Rasululah sendiri,” tegas Ummu Sulaim.
Maka Abu Thalhah pun bergegas pergi menjumpai Rasulullah Saw. yang mana saat itu tengah duduk bersama para sahabatnya. Melihat kedatangan Abu Thalhah, Rasulullah Saw. berseru, “Abu Thalhah telah datang kepada kalian, dan cahaya Islam tampak pada kedua bola matanya.”

Ketulusan hati Ummu Sulaim benar-benar terasa mengharukan relung-relung hati Abu Thalhah. Ummu Sulaim hanya akan mau dinikahi dengan keislamannya tanpa sedikitpun tegiur oleh kenikmatan yang dia janjikan. Wanita mana lagi yang lebih pantas menjadi istri dan ibu asuh anak-anaknya selain Ummu Sulaim? Hingga tanpa terasa di hadapan Rasulullah Saw. lisan Abu Thalhah basah mengulang-ulang kalimat, “Saya mengikuti ajaran Anda, wahai Rasulullah. Saya bersaksi, bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusanNya.”

Menikahlah Ummu Sulaim dengan Abu Thalhah, sedangkan maharnya adalah keislaman suaminya. Hingga Tsabit –seorang perawi hadits- meriwayatkan dari Anas, “Sama sekali aku belum pernah mendengar seorang wanita yang maharnya lebih mulia dari Ummu Sulaim, yaitu keislaman suaminya.” Selanjutnya mereka menjalani kehidupan rumah tangga yang damai dan sejahtera dalam naungan cahaya Islam.

[9] KISAH SEORANG PEMUDA YANG MENEMUKAN APEL

Alkisah ada seorang pemuda yang ingin pergi menuntut ilmu. Di tengah perjalanan dia haus dan singgah sebentar di sungai yang airnya jernih. dia langsung mengambil air dan meminumnya. tak berapa lama kemudian dia melihat ada sebuah apel yang terbawa arus sungai, dia pun mengambilnya dan segera memakannya. setelah dia memakan segigit apel itu dia segera berkata: “Astagfirullah.”

Dia merasa bersalah karena telah memakan apel milik orang lain tanpa meminta izin terlebih dahulu. “Apel ini pasti punya pemiliknya, lancang sekali aku sudah memakannya. Aku harus menemui pemiliknya dan menebus apel ini”.
Akhirnya dia menunda perjalanannya menuntut ilmu dan pergi menemui sang pemilik apel dengan menyusuri bantaran sungai untuk sampai kerumah pemilik apel. Tak lama kemudian dia sudah sampai ke rumah pemilik apel. Dia melihat kebun apel yang apelnya tumbuh dengan lebat.

“Assalamualaikum…”
“Waalaikumsalam…” Jawab seorang lelaki tua dari dalam rumahnya.
Pemuda itu dipersilahkan duduk dan dia pun langsung mengatakan segala sesuatunya tanpa ada yang ditambahi dan dikurangi. Bahwa dia telah lancang memakan apel yang terbawa arus sungai.
“Berapa harus kutebus harga apel ini agar kau ridha apel ini aku makan pak tua,” tanya pemuda itu.
Lalu pak tua itu menjawab, “Tak usah kau bayar apel itu, tapi kau harus bekerja di kebunku selama 3 tahun tanpa dibayar, apakah kau mau?”
Pemuda itu tampak berfikir, karena untuk segigit apel dia harus membayar dengan bekerja di rumah bapak itu selama tiga tahun dan itupun tanpa digaji, tapi hanya itu satu-satunya pilihan yang harus diambilnya agar bapak itu ridha apelnya ia makan.”Baiklah pak, saya mau.”
Al-hasil pemuda itu bekerja di kebun sang pemilik apel tanpa dibayar. Hari berganti hari, minggu, bulan dan tahun pun berlalu. Tak terasa sudah tiga tahun dia bekerja dikebun itu. Dan hari terakhir dia ingin pamit kepada pemilik kebun.
“Pak tua, sekarang waktuku bekerja di tempatmu sudah berakhir, apakah sekarang kau ridha kalau apelmu sudah aku makan?”
Pak tua itu diam sejenak. “Belum.”
Pemuda itu terhenyak. “Kenapa pak tua, bukankah aku sudah bekerja selama tiga tahun di kebunmu.”
“Ya, tapi aku tetap tidak ridha jika kau belum melakukan satu permintaanku lagi.”
“Apa itu pak tua?”
“Kau harus menikahi putriku, apakah kau mau?”
“Ya, aku mau,” jawab pemuda itu.
Bapak tua itu mengatakan lebih lanjut. “Tapi, putriku buta, tuli, bisu dan lumpuh, apakah kau mau?”
Pemuda itu tampak berfikir, bagaimana tidak? Dia akan menikahi gadis yang tidak pernah dikenalnya dan gadis itu cacat, dia buta, tuli, dan lumpuh. Bagaimana dia bisa berkomunikasi nantinya? Tapi diap un ingat kembali dengan segigit apel yang telah dimakannya. Dan dia pun menyetujui untuk menikah dengan anak pemilik kebun apel itu untuk mencari ridha atas apel yang sudah dimakannya.
“Baiklah pak, aku mau.”
Segera pernikahan pun dilaksanakan. Setelah ijab kabul sang pemuda itupun masuk kamar pengantin. Dia mengucapkan salam dan betapa kagetnya dia ketika dia mendengar salamnya dibalas dari dalam kamarnya. Seketika itupun dia berlari mencari sang bapak pemilik apel yang sudah menjadi mertuanya.
“Siapakah wanita yang ada didalam kamar pengantinku? Kenapa aku tidak menemukan istriku?”
Pak tua itu tersenyum dan menjawab. “Masuklah nak, itu kamarmu dan yang di dalam sana adalah istrimu.”
Pemuda itu tampak bingung. “Tapi, bukankah istriku buta, tuli tapi kenapa dia bisa mendengar salamku?
Bukankah dia bisu tapi kenapa dia bisa menjawab salamku?”
Pak tua itu tersenyum lagi dan menjelaskan. “Ya, memang dia buta, buta dari segala hal yang dilarang Allah. Dia tuli, tuli dari hal-hal yang tidak pantas didengarnya dan dilarang Allah. Dia memang bisu, bisu dari hal yang sifatnya sia-sia dan dilarang Allah, dan dia lumpuh, karena tidak bisa berjalan ke tempat-tempat yang maksiat.”
Pemuda itu hanya terdiam dan mengucap lirih: “Subhanallah…”
Dan mereka pun hidup berbahagia dengan cinta dari Allah.

[10] ZULAIKHA DAN YUSUF

Cinta Zulaikha kepada Yusuf, konon begitu dalam hingga Zulaikha takut cintanya kepada Yusuf merusak cintanya kepada Allah. Berikut sedikit ulasan tentang cinta mereka.

Zulaikha adalah seorang puteri raja sebuah kerajaan di barat (Maghrib) negeri Mesir. Beliau seorang puteri yang cantik menarik. Beliau bermimpi bertemu seorang pemuda yang menarik rupa parasnya dengan peribadi yang amanah dan mulia. Zulaikha pun jatuh hati padanya. Kemudian beliau bermimpi lagi bertemu dengannya tetapi tidak tahu namanya.

Kali berikutnya beliau bermimpi lagi, lelaki tersebut memperkenalkannya sebagai Wazir kerajaan Mesir. Kecintaan dan kasih sayang Zulaikha kepada pemuda tersebut terus berputik menjadi rindu dan rawan sehingga beliau menolak semua pinangan putera raja yang lain. Setelah bapanya mengetahui isihati puterinya, bapanya pun mengatur risikan ke negeri Mesir sehingga mengasilkan majlis pernikahan dengan Wazir negri Mesir.

Memandang Wazir tersebut atau al Aziz bagi kali pertama, hancur luluh dan kecewalah hati Zulaikha. Hatinya hampa dan amat terkejut, bukan wajah tersebut yang beliau temui di dalam mimpi dahulu. Bagaimanapun ada suara ghaib berbisik padanya: “Benar, ini bukan pujaan hati kamu. Tetapi hasrat kamu kepada kekasih kamu yang sebenarnya akan tercapai melaluinya. Janganlah kamu takut kepadanya. Mutiara kehormatan engkau sebagai perawan selamat bersama-sama dengannya.”

Perlu diingat sejarah Mesir menyebut, Wazir diraja Mesir tersebut adalah seorang kasi, yang dikehendaki berkhidmat sepenuh masa kepada baginda raja. Oleh yang demikian Zulaikha terus bertekat untuk terus taat kepada suaminya kerana ia percaya ia selamat bersamnya.

Demikian masa berlalu, sehingga suatu hari al-Aziz membawa pulang Yusuf yang dibelinya di pasar. Sekali lagi Zulaikha terkejut besar, itulah Yusuf yang dikenalinya didalam mimpi. Tampan, menarik dan menawan.
Sabda Nabi Saw. yang diriwayatkan oleh Hammad dari Tsabit bin Anas memperjelasnya: “Yusuf dan ibunya telah diberi oleh Allah separuh kecantikan dunia.”

Kisah Zulaikha dan Yusuf direkam di dalam Al Quran pada Surah Yusuf ayat 21 sampai 36 dan ayat 51. Selepas ayat tersebut Al Quran tidak menceritakan kelanjutan hubungan Zulaikha dengan Yusuf. Namun Ibn Katsir di dalam Tafsir Surah Yusuf memetik bahwa Muhammad bin Ishak berkata bahawa kedudukan yang diberikan kepada Yusuf oleh raja Mesir adalah kedudukan yang dulunya dimiliki oleh suami Zulaikha yang telah dipecat. Juga disebut-sebut bahwa Yusuf telah beristrikan Zulaikha sesudah suaminya meninggal dunia, dan diceritakan bahwa pada suatu ketika berkatalah Yusuf kepada Zulaikha setelah ia menjadi isterinya, “Tidakkah keadaan dan hubungan kita se¬karang ini lebih baik dari apa yang pernah engkau inginkan?”

Zulaikha menjawab, “Janganlah engkau menyalahkan aku, hai kekasihku, aku sebagai wanita yang cantik, muda belia bersuamikan seorang pemuda yang berketerampilan dingin, menemuimu sebagai pemuda yang tampan, gagah perkasa bertubuh indah, apakah salah bila aku jatuh cinta kepadamu dan lupa akan kedudukanku sebagai wanita yang bersuami?”

Dikisahkan bahwa Yusuf menikahi Zulaikha dalam keadaan gadis (perawan) dan dari perkawinan itu memperoleh dua orang putra: Ifraitsim bin Yusuf dan Misya bin Yusuf.

Demikianlah kisah-kisah cinta yang menggugah hati saya baru-baru ini. Semoga kisah cinta kita sekalian, saya dan anda, wahai para pembaca, seindah cinta mereka…

Kamis, 18 April 2013

DELAPAN PENYEBAB ANAK BERPERILAKU KERAS KEPALA DAN SUKA MELAWAN ORANG TUA


Diantara 8 Penyebab anak berperilaku keras kepala dan suka melawan orangtua antara lain :

1. Sikap otoriter orangtua, yaitu orangtua terlalu menekan atau memaksa anak untuk menuruti semua kenginannya tanpa melihat kondisi dan kemampuan anak. Orangtua bersikap otoriter kepada anak biasanya karena mereka merasa serbatahu apa yang terbaik untuk anak dan apa yang harus dilakukan anak. Orangtua meyakini bahwa untuk berhasil dalam membimbing, mengarahkan perilaku, dan mendidik anak sehingga menjadi anak yang baik diperlukan cara-cara yang tegas dan keras. Anak yang merasa terus ditekan atau dipaksa dan merasa tidak mampu memenuhi semua keinginan orangtua pada akhirnya akan menunjukkan sikap melawan.

2. Berbicara kepada anak di saat yang tidak tepat. Kerap kali terjadi, misalnya orangtua meminta anak melakukan sesuatu, padahal anak tengah asyik bermain atau menikmati aktivitas kesukaannya. Anak pun merasa terganggu dengan permintaan orangtuanya tersebut. Dalam kondisi seperti ini, anak biasanya akan mengabaikan permintaan orangtuanya, menunda melaku¬kannya, atau langsung menolaknya. Jika orangtua terus memaksa, sangat mungkin akan terjadi ketegangan atau konflik dengan anak.

3. Anak sangat menginginkan sesuatu, tetapi orangtuanya tidak dapat memenuhi keinginan tersebut. Anak pun kemudian menunjukkan perilaku keras kepala atau suka melawan orangtua. Anak melakukan ini untuk mencari perhatian orangtua dan sebagai cara untuk menyampaikan protes. Anak berharap dengan perubahan perilaku yang ditunjukkannnya, orangtua mau memenuhi keinginannya.

4. Anak dibiarkan tumbuh tanpa bimbingan. Hal ini bisa terjadi ketika orangtua terlalu sibuk dengan pekerjaannya atau memang orangtua kurana mampu memberi perhatian dan didikan yang dibutuhkan anak hingga nilai-nilai kebaikan, seperti sopan santun, menghargai orang lain, atau batasan benar-salah, boleh¬ tidak boleh, tidak tertanam dengan baik pada diri anak. Anak pun tumbuh menjadi pribadi yang egois dan suka melawan orangtua.

5. Pengaruh lingkungan. Anak begitu mudah meniru perilaku teman-¬temannya, orang-orang lain yang dikenalnya, atau tayangan televisi. Ketika anak mendapati teman-temannya atau orang lain menunjukkan perilaku suka melawan kepada orangtua, anak-anak pun akan dengan mudah melakukan hal yang sama.

6. Mencontoh perbuatan orangtuanya. Mungkin anak sering melihat kedua orangtuanya bertengkar atau bersikap keras kepala. Atau, anak melihat orangtuanya tidak patuh kepada nenek dan kakeknya. Anak pun dapat terdorong untuk melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan orangtuanya.

7. Anak terlalu dimanja oleh orangtuanya. Semua keinginanya selalu diberikan. Jika suatu saat ada keinginannya yang tidak dipenuhi, anak akan memprotes dan melawan.

8. Hubungan antara orangtua dan anak tidak harmonis. Ikatan kasih sayang dan pengertian antara mereka pun kurang. Kondisi ini rentan menimbulkan konflik antara orangtua dan anak.


diambil dari www.pendidikankarakter.com