[1] ALI BIN ABI THALIB DAN FATIMAH AZ-ZAHRA
Cinta Ali dan
Fatimah luar biasa indah, terjaga kerahasiaanya dalam sikap, ekspresi, dan
kata, hingga akhirnya Allah menyatukan mereka dalam suatu pernikahan. Konon saking
rahasianya, setan saja tidak tahu menahu soal cinta di antara mereka.
Ali terpesona
pada Fatimah sejak lama, disebabkan oleh kesantunan, ibadah, kecekatan kerja,
dan paras putri kesayangan Rasulullah Saw. itu. Ia pernah tertohok dua kali
saat Abu Bakar dan Umar ibn Khattab melamar Fatimah sementara dirinya belum
siap untuk melakukannya. Namun kesabarannya berbuah manis, lamaran kedua orang
sahabat yang tak diragukan lagi kesholehannya tersebut ternyata ditolak
Rasulullah Saw. Akhirnya Ali memberanikan diri. Dan ternyata lamarannya kepada
Fatimah yang hanya bermodal baju besi diterima.
Di sisi lain,
Fatimah ternyata telah memendam cintanya kepada Ali sejak lama. Dalam suatu
riwayat dikisahkan bahwa suatu hari setelah kedua menikah, Fatimah berkata
kepada Ali: “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali
merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda dan aku ingin menikah dengannya”. Ali
pun bertanya mengapa ia tetap mau menikah dengannya, dan apakah Fatimah
menyesal menikah dengannya. Sambil tersenyum Fathimah menjawab, “Pemuda itu
adalah dirimu”
[2] UMAR BIN
ABDUL AZIZ
Umar bin
Abdul Aziz, khalifah termasyhur dalam Bani Umayyah, suatu kali jatuh cinta pada
seorang gadis, namun istrinya, Fatimah binti Abdul Malik tak pernah
mengizinkannya menikah lagi. Suatu saat dikisahkan bahwa Umar mengalami sakit
akibat kelelahan dalam mengatur urusan pemerintahan. Fatimah pun datang membawa
kejutan untuk menghibur suaminya. Ia menghadiahkan gadis yang telah lama
dicintai Umar, begitu pun si gadis mencintai Umar. Namun Umar malah berkata:
“Tidak..!! Ini tidak boleh terjadi. Saya benar-benar tidak merubah diri saya
kalau saya kembali kepada dunia perasaan semacam itu.”
Umar
memenangkan cinta yang lain, karena memang ada cinta di atas cinta. Akhirnya ia
menikahkan gadis itu dengan pemuda lain. Tidak ada cinta yang mati di sini.
Karena sebelum meninggalkan rumah Umar, gadis itu bertanya, “Umar, dulu kamu
pernah mencintaiku. Tapi kemanakah cinta itu sekarang?” Umar bergetar haru,
tapi ia kemudian menjawab, “Cinta itu masih tetap ada, bahkan kini rasanya
lebih dalam.”
[3]
ABDURRAHMAN IBN ABU BAKAR
Abdurrahman
bin Abu Bakar Ash Shiddiq dan istrinya, Atika, amat saling mencintai satu sama
lain sehingga Abu Bakar merasa khawatir dan pada akhirnya meminta Abdurrahman
menceraikan istrinya karena takut cinta mereka berdua melalaikan dari jihad dan
ibadah. Abdurrahman pun menuruti perintah ayahnya, meski cintanya pada sang
istri begitu besar.
Namun tentu
saja Abdurrahman tak pernah bisa melupakan istrinya. Berhari-hari ia larut
dalam duka meski ia telah berusaha sebaik mungkin untuk tegar. Perasaan
Abdurrahman itu pun melahirkan syair cinta indah sepanjang masa:
Demi Allah, tidaklah aku
melupakanmu
Walau mentari tak terbit meninggi
Dan tidaklah terurai air mata merpati itu
Kecuali berbagi hati
Tak pernah kudapati orang sepertiku
Menceraikan orang seperti dia
Dan tidaklah orang seperti dia dithalaq karena dosanya
Walau mentari tak terbit meninggi
Dan tidaklah terurai air mata merpati itu
Kecuali berbagi hati
Tak pernah kudapati orang sepertiku
Menceraikan orang seperti dia
Dan tidaklah orang seperti dia dithalaq karena dosanya
Dia berakhlaq mulia, beragama,
dan bernabikan Muhammad
Berbudi pekerti tinggi, bersifat pemalu dan halus tutur katanya
Berbudi pekerti tinggi, bersifat pemalu dan halus tutur katanya
Akhirnya hati
sang ayah pun luluh. Mereka diizinkan untuk rujuk kembali. Abdurrahman pun
membuktikan bahwa cintanya suci dan takkan mengorbankan ibadah dan jihadnya di
jalan Allah. Terbukti ia syahid tak berapa lama kemudian.
[4]
RASULULLAH DAN KHADIJAH BINTI KHUWAILID
Teladan dalam
kisah cinta terbaik tentunya datang dari insan terbaik sepanjang masa:
Rasulullah Saw. Cintanya kepada Khadijah tetap abadi walaupun Khadijah telah
meninggal. Alkisah ternyata Rasulullah telah memendam cintanya pada Khadijah
sebelum mereka menikah. Saat sahabat Khadijah, Nafisah binti Muniyah,
menanyakan kesedian Nabi Saw. untuk menikahi Khadijah, maka Beliau menjawab:
“Bagaimana caranya?” Ya, seolah-olah Beliau memang telah menantikannya sejak
lama.
Setahun
setelah Khadijah meninggal, ada seorang wanita Shahabiyah yang menemui
Rasulullah Saw. Wanita ini bertanya, “Ya Rasulullah, mengapa engkau tidak
menikah? Engkau memiliki 9 keluarga dan harus menjalankan seruan besar.”
Sambil
menangis Rasulullah Saw menjawab, “Masih adakah orang lain setelah Khadijah?”
Kalau saja
Allah tidak memerintahkan Muhammad Saw untuk menikah, maka pastilah beliau
tidak akan menikah untuk selama-lamanya. Nabi Muhammad Saw menikah dengan
Khadijah layaknya para lelaki. Sedangkan pernikahan-pernikahan setelah itu
hanya karena tuntutan risalah Nabi Saw, beliau tidak pernah dapat melupakan
istri Beliau ini walaupun setelah 14 tahun Khadijah meninggal.
Masih banyak
lagi bukti-bukti cinta dahsyat nan luar biasa islami Rasulullah Saw. kepada
Khadijah. Subhanallah.
[5]
RASULULLAH DAN AISYAH
Jika
Rasulullah ditanya siapa istri yang paling dicintainya, Rasul menjawab,
“Aisyah”. Tapi ketika ditanya tentang cintanya pada Khadijah, beliau menjawab,
“Cinta itu Allah karuniakan kepadaku.” Cinta Rasulullah pada keduanya berbeda,
tapi keduanya lahir dari satu yang sama: pesona kematangan.
Pesona
Khadijah adalah pesona kematangan jiwa. Pesona ini melahirkan cinta sejati yang
Allah kirimkan kepada jiwa Nabi Saw. Cinta ini pula yang masih menyertai nama
Khadijah tatkala nama tersebut disebut-sebut setelah Khadijah tiada, sehingga
Aisyah cemburu padanya.
Sedangkan
Aisyah adalah gabungan dari pesona kecantikan, kecerdasan, dan kematangan dini.
Ummu Salamah berkata, “Rasulullah tidak dapat menahan diri jika bertemu dengan
Aisyah.”
Banyak
kisah-kisah romantis yang menghiasi kehidupan Nabi Muhammad dan istrinya,
Aisyah. Rasulullah pernah berlomba lari dengan Aisyah. Rasul pernah bermanja
diri kepada Aisyah. Rasulullah memanggil Aisyah dengan panggilan kesayangan
‘Humaira’. Rasulullah pernah disisirkan rambutnya, dan masih banyak lagi kisah
serupa tentang romantika suami-istri.
[6] THALHAH
IBN ‘UBAIDILLAH
Satu hari ia
berbincang dengan ‘Aisyah, isteri sang Rasulullah, yang masih terhitung
sepupunya. Rasulullah datang, dan wajah beliau pias tak suka. Dengan isyarat,
Rasulullah meminta ‘Aisyah masuk ke dalam bilik. Wajah Thalhah memerah. Ia
undur diri bersama gumam dalam hati: “Beliau melarangku berbincang dengan
‘Aisyah. Tunggu saja, jika beliau telah diwafatkan Allah, takkan kubiarkan
orang lain mendahuluiku melamar ‘Aisyah.”
Satu saat
dibisikannya maksud itu pada seorang kawan, “Ya, akan kunikahi ‘Aisyah jika
Rasulullah telah wafat.”
Gumam hati dan
ucapan Thalhah disambut wahyu. Allah menurunkan firman-Nya kepada Rasulullah
dalam ayat kelima puluh tiga surat Al Ahzab: “Dan apabila kalian meminta suatu
hajat kepada isteri Nabi itu, maka mintalah pada mereka dari balik hijab.
Demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka. Kalian tiada boleh
menyakiti Rasulullah dan tidak boleh menikahi isteri-isterinya sesudah wafatnya
selama-lamanya.”
Ketika ayat
itu dibacakan padanya, Thalhah menangis. Ia lalu memerdekakan budaknya,
menyumbangkan kesepuluh untanya untuk jalan Allah, dan menunaikan haji dengan
berjalan kaki sebagai taubat dari ucapannya. Kelak, tetap dengan penuh cinta
dinamainya putri kecil yang disayanginya dengan asma ‘Aisyah. ‘Aisyah binti
Thalhah. Wanita jelita yang kelak menjadi permata zamannya dengan kecantikan,
kecerdasan, dan kecemerlangannya. Persis seperti ‘Aisyah binti Abi Bakr yang
pernah dicintai Thalhah.
Subhanallah.
[7] KISAH
CINTA YANG MEMBAWA SURGA
Al-Mubarrid
menyebutkan dari Abu Kamil dari Ishaq bin Ibrahim dari Raja’ bin Amr
An-Nakha’i, ia berkata: “Adalah di Kufah, terdapat pemuda tampan, dia sangat
rajin dan taat. Suatu waktu dia berkunjung ke kampung dari Bani An-Nakha’.
Dia melihat
seorang wanita cantik dari mereka sehingga dia jatuh cinta dan kasmaran. Dan
ternyata cintanya pada si wanita cantik tak bertepuk sebelah tangan.
Karena sudah
jatuh cinta, akhirnya pemuda itu mengutus seseorang untuk melamar gadis
tersebut. Tetapi si ayah mengabarkan bahwa putrinya telah dojodohkan dengan
sepupunya. Walau demikian, cinta keduanya tak bisa padam bahkan semakin
berkobar. Si wanita akhirnya mengirim pesan lewat seseorang untuk si pemuda,
bunyinya, ‘Aku telah tahu betapa besar cintamu kepadaku, dan betapa besar pula
aku diuji dengan kamu. Bila kamu setuju, aku akan mengunjungimu atau aku akan
mempermudah jalan bagimu untuk datang menemuiku di rumahku.’
Dijawab oleh
pemuda tadi melalui orang suruhannya, ‘Aku tidak setuju dengan dua alternatif
itu, sesungguhnya aku merasa takut bila aku berbuat maksiat pada Rabbku akan
adzab yang akan menimpaku pada hari yang besar. Aku takut pada api yang tidak
pernah mengecil nyalanya dan tidak pernah padam kobaranya.’
Ketika
disampaikan pesan tadi kepada si wanita, dia berkata, ‘Walau demikian, rupanya
dia masih takut kepada Allah? Demi Allah, tak ada seseorang yang lebih berhak
untuk bertaqwa kepada Allah dari orang lain. Semua hamba sama-sama berhak untuk
itu.’
Kemudian dia
meninggalkan urusan dunia dan menyingkirkan perbuatan-perbuatan buruknya serta
mulai beribadah mendekatkan diri kepada Allah. Akan tetapi, dia masih menyimpan
perasaan cinta dan rindu pada sang pemuda. Tubuhnya mulai kurus karena menahan
rindunya, sampai akhirnya dia meninggal dunia karenanya. Dan pemuda itu
seringkali berziarah ke kuburnya, dia menangis dan mendo’akanya. Suatu waktu
dia tertidur di atas kuburannya. Dia bermimpi berjumpa dengan kekasihnya dengan
penampilan yang sangat baik. Dalam mimpi dia sempat bertanya, ‘Bagaimana
keadaanmu? Dan apa yang kau dapatkan setelah meninggal?’
Dia menjawab,
‘Sebaik-baik cinta wahai orang yang bertanya, adalah cintamu. Sebuah cinta yang
dapat mengiring menuju kebaikan.’
Pemuda itu
bertanya, ‘Jika demikian, kemanakah kau menuju?’ Dia jawab, ‘Aku sekarang
menuju pada kenikmatan dan kehidupan yang tak berakhir. Di Surga kekekalan yang
dapat kumiliki dan tidak akan pernah rusak.’
Pemuda itu
berkata, ‘Aku harap kau selalu ingat padaku di sana, sebab aku di sini juga
tidak melupakanmu.’ Dia jawab, ‘Demi Allah, aku juga tidak melupakanmu. Dan aku
meminta kepada Tuhanku dan Tuhanmu (Allah) agar kita nanti bisa dikumpulkan.
Maka, bantulah aku dalam hal ini dengan kesungguhanmu dalam ibadah.’
Si pemuda
bertanya, ‘Kapan aku bisa melihatmu?’ Jawab si wanita, ‘Tak lama lagi kau akan
datang melihat kami.’ Tujuh hari setelah mimpi itu berlalu, si pemuda dipanggil
oleh Allah menuju kehadiratNya, meninggal dunia.
Benar-benar
sebuah kisah cinta yang agung dengan berdasarkan janji bertemu di surga. Luar
biasa.
[8] UMMU
SULAIM DAN ABU THALHAH
Ummu Sulaim
merupakan janda dari Malik bin Nadhir. Abu Thalhah yang memendam rasa cinta dan
kagum akhirnya memutuskan untuk menikahi Ummu Sulaim tanpa banyak pertimbangan.
Namun di luar dugaan, jawaban Ummu Sulaim membuat lidahnya menjadi kelu dan
rasa kecewanya begitu menyesakkan dada, meski Ummu Sulaim berkata dengan sopan
dan rasa hormat:
“Sesungguhnya
saya tidak pantas menolak orang yang seperti engkau, wahai Abu Thalhah. Hanya
sayang engkau seorang kafir dan saya seorang muslimah. Maka tak pantas bagiku
menikah denganmu. Coba Anda tebak apa keinginan saya?”
“Engkau
menginginkan dinar dan kenikmatan,” kata Abu Thalhah.
“Sedikit pun
saya tidak menginginkan dinar dan kenikmatan. Yang saya inginkan hanya engkau
segera memeluk agama Islam,” tukas Ummu Sualim tandas.
“Tetapi saya
tidak mengerti siapa yang akan menjadi pembimbingku?” tanya Abu Thalhah.
“Tentu saja
pembimbingmu adalah Rasululah sendiri,” tegas Ummu Sulaim.
Maka Abu
Thalhah pun bergegas pergi menjumpai Rasulullah Saw. yang mana saat itu tengah
duduk bersama para sahabatnya. Melihat kedatangan Abu Thalhah, Rasulullah Saw.
berseru, “Abu Thalhah telah datang kepada kalian, dan cahaya Islam tampak pada
kedua bola matanya.”
Ketulusan hati
Ummu Sulaim benar-benar terasa mengharukan relung-relung hati Abu Thalhah. Ummu
Sulaim hanya akan mau dinikahi dengan keislamannya tanpa sedikitpun tegiur oleh
kenikmatan yang dia janjikan. Wanita mana lagi yang lebih pantas menjadi istri
dan ibu asuh anak-anaknya selain Ummu Sulaim? Hingga tanpa terasa di hadapan
Rasulullah Saw. lisan Abu Thalhah basah mengulang-ulang kalimat, “Saya
mengikuti ajaran Anda, wahai Rasulullah. Saya bersaksi, bahwa tidak ada ilah
yang berhak diibadahi kecuali Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah
utusanNya.”
Menikahlah
Ummu Sulaim dengan Abu Thalhah, sedangkan maharnya adalah keislaman suaminya.
Hingga Tsabit –seorang perawi hadits- meriwayatkan dari Anas, “Sama sekali aku
belum pernah mendengar seorang wanita yang maharnya lebih mulia dari Ummu
Sulaim, yaitu keislaman suaminya.” Selanjutnya mereka menjalani kehidupan rumah
tangga yang damai dan sejahtera dalam naungan cahaya Islam.
[9] KISAH
SEORANG PEMUDA YANG MENEMUKAN APEL
Alkisah ada
seorang pemuda yang ingin pergi menuntut ilmu. Di tengah perjalanan dia haus
dan singgah sebentar di sungai yang airnya jernih. dia langsung mengambil air
dan meminumnya. tak berapa lama kemudian dia melihat ada sebuah apel yang
terbawa arus sungai, dia pun mengambilnya dan segera memakannya. setelah dia
memakan segigit apel itu dia segera berkata: “Astagfirullah.”
Dia merasa
bersalah karena telah memakan apel milik orang lain tanpa meminta izin terlebih
dahulu. “Apel ini pasti punya pemiliknya, lancang sekali aku sudah memakannya.
Aku harus menemui pemiliknya dan menebus apel ini”.
Akhirnya dia
menunda perjalanannya menuntut ilmu dan pergi menemui sang pemilik apel dengan
menyusuri bantaran sungai untuk sampai kerumah pemilik apel. Tak lama kemudian
dia sudah sampai ke rumah pemilik apel. Dia melihat kebun apel yang apelnya
tumbuh dengan lebat.
“Assalamualaikum…”
“Waalaikumsalam…”
Jawab seorang lelaki tua dari dalam rumahnya.
Pemuda itu
dipersilahkan duduk dan dia pun langsung mengatakan segala sesuatunya tanpa ada
yang ditambahi dan dikurangi. Bahwa dia telah lancang memakan apel yang terbawa
arus sungai.
“Berapa harus
kutebus harga apel ini agar kau ridha apel ini aku makan pak tua,” tanya pemuda
itu.
Lalu pak tua
itu menjawab, “Tak usah kau bayar apel itu, tapi kau harus bekerja di kebunku
selama 3 tahun tanpa dibayar, apakah kau mau?”
Pemuda itu
tampak berfikir, karena untuk segigit apel dia harus membayar dengan bekerja di
rumah bapak itu selama tiga tahun dan itupun tanpa digaji, tapi hanya itu
satu-satunya pilihan yang harus diambilnya agar bapak itu ridha apelnya ia
makan.”Baiklah pak, saya mau.”
Al-hasil
pemuda itu bekerja di kebun sang pemilik apel tanpa dibayar. Hari berganti
hari, minggu, bulan dan tahun pun berlalu. Tak terasa sudah tiga tahun dia
bekerja dikebun itu. Dan hari terakhir dia ingin pamit kepada pemilik kebun.
“Pak tua,
sekarang waktuku bekerja di tempatmu sudah berakhir, apakah sekarang kau ridha
kalau apelmu sudah aku makan?”
Pak tua itu
diam sejenak. “Belum.”
Pemuda itu
terhenyak. “Kenapa pak tua, bukankah aku sudah bekerja selama tiga tahun di
kebunmu.”
“Ya, tapi aku
tetap tidak ridha jika kau belum melakukan satu permintaanku lagi.”
“Apa itu pak
tua?”
“Kau harus
menikahi putriku, apakah kau mau?”
“Ya, aku mau,”
jawab pemuda itu.
Bapak tua itu
mengatakan lebih lanjut. “Tapi, putriku buta, tuli, bisu dan lumpuh, apakah kau
mau?”
Pemuda itu
tampak berfikir, bagaimana tidak? Dia akan menikahi gadis yang tidak pernah
dikenalnya dan gadis itu cacat, dia buta, tuli, dan lumpuh. Bagaimana dia bisa
berkomunikasi nantinya? Tapi diap un ingat kembali dengan segigit apel yang
telah dimakannya. Dan dia pun menyetujui untuk menikah dengan anak pemilik
kebun apel itu untuk mencari ridha atas apel yang sudah dimakannya.
“Baiklah pak,
aku mau.”
Segera
pernikahan pun dilaksanakan. Setelah ijab kabul sang pemuda itupun masuk kamar
pengantin. Dia mengucapkan salam dan betapa kagetnya dia ketika dia mendengar
salamnya dibalas dari dalam kamarnya. Seketika itupun dia berlari mencari sang
bapak pemilik apel yang sudah menjadi mertuanya.
“Siapakah
wanita yang ada didalam kamar pengantinku? Kenapa aku tidak menemukan istriku?”
Pak tua itu
tersenyum dan menjawab. “Masuklah nak, itu kamarmu dan yang di dalam sana
adalah istrimu.”
Pemuda itu
tampak bingung. “Tapi, bukankah istriku buta, tuli tapi kenapa dia bisa
mendengar salamku?
Bukankah dia
bisu tapi kenapa dia bisa menjawab salamku?”
Pak tua itu
tersenyum lagi dan menjelaskan. “Ya, memang dia buta, buta dari segala hal yang
dilarang Allah. Dia tuli, tuli dari hal-hal yang tidak pantas didengarnya dan
dilarang Allah. Dia memang bisu, bisu dari hal yang sifatnya sia-sia dan
dilarang Allah, dan dia lumpuh, karena tidak bisa berjalan ke tempat-tempat
yang maksiat.”
Pemuda itu
hanya terdiam dan mengucap lirih: “Subhanallah…”
Dan mereka
pun hidup berbahagia dengan cinta dari Allah.
[10] ZULAIKHA
DAN YUSUF
Cinta
Zulaikha kepada Yusuf, konon begitu dalam hingga Zulaikha takut cintanya kepada
Yusuf merusak cintanya kepada Allah. Berikut sedikit ulasan tentang cinta
mereka.
Zulaikha
adalah seorang puteri raja sebuah kerajaan di barat (Maghrib) negeri Mesir.
Beliau seorang puteri yang cantik menarik. Beliau bermimpi bertemu seorang
pemuda yang menarik rupa parasnya dengan peribadi yang amanah dan mulia.
Zulaikha pun jatuh hati padanya. Kemudian beliau bermimpi lagi bertemu
dengannya tetapi tidak tahu namanya.
Kali
berikutnya beliau bermimpi lagi, lelaki tersebut memperkenalkannya sebagai
Wazir kerajaan Mesir. Kecintaan dan kasih sayang Zulaikha kepada pemuda
tersebut terus berputik menjadi rindu dan rawan sehingga beliau menolak semua
pinangan putera raja yang lain. Setelah bapanya mengetahui isihati puterinya,
bapanya pun mengatur risikan ke negeri Mesir sehingga mengasilkan majlis
pernikahan dengan Wazir negri Mesir.
Memandang
Wazir tersebut atau al Aziz bagi kali pertama, hancur luluh dan kecewalah hati
Zulaikha. Hatinya hampa dan amat terkejut, bukan wajah tersebut yang beliau
temui di dalam mimpi dahulu. Bagaimanapun ada suara ghaib berbisik padanya:
“Benar, ini bukan pujaan hati kamu. Tetapi hasrat kamu kepada kekasih kamu yang
sebenarnya akan tercapai melaluinya. Janganlah kamu takut kepadanya. Mutiara
kehormatan engkau sebagai perawan selamat bersama-sama dengannya.”
Perlu diingat
sejarah Mesir menyebut, Wazir diraja Mesir tersebut adalah seorang kasi, yang
dikehendaki berkhidmat sepenuh masa kepada baginda raja. Oleh yang demikian
Zulaikha terus bertekat untuk terus taat kepada suaminya kerana ia percaya ia
selamat bersamnya.
Demikian masa
berlalu, sehingga suatu hari al-Aziz membawa pulang Yusuf yang dibelinya di
pasar. Sekali lagi Zulaikha terkejut besar, itulah Yusuf yang dikenalinya
didalam mimpi. Tampan, menarik dan menawan.
Sabda Nabi
Saw. yang diriwayatkan oleh Hammad dari Tsabit bin Anas memperjelasnya: “Yusuf
dan ibunya telah diberi oleh Allah separuh kecantikan dunia.”
Kisah
Zulaikha dan Yusuf direkam di dalam Al Quran pada Surah Yusuf ayat 21 sampai 36
dan ayat 51. Selepas ayat tersebut Al Quran tidak menceritakan kelanjutan
hubungan Zulaikha dengan Yusuf. Namun Ibn Katsir di dalam Tafsir Surah Yusuf
memetik bahwa Muhammad bin Ishak berkata bahawa kedudukan yang diberikan kepada
Yusuf oleh raja Mesir adalah kedudukan yang dulunya dimiliki oleh suami
Zulaikha yang telah dipecat. Juga disebut-sebut bahwa Yusuf telah beristrikan
Zulaikha sesudah suaminya meninggal dunia, dan diceritakan bahwa pada suatu
ketika berkatalah Yusuf kepada Zulaikha setelah ia menjadi isterinya, “Tidakkah
keadaan dan hubungan kita se¬karang ini lebih baik dari apa yang pernah engkau
inginkan?”
Zulaikha
menjawab, “Janganlah engkau menyalahkan aku, hai kekasihku, aku sebagai wanita
yang cantik, muda belia bersuamikan seorang pemuda yang berketerampilan dingin,
menemuimu sebagai pemuda yang tampan, gagah perkasa bertubuh indah, apakah
salah bila aku jatuh cinta kepadamu dan lupa akan kedudukanku sebagai wanita
yang bersuami?”
Dikisahkan
bahwa Yusuf menikahi Zulaikha dalam keadaan gadis (perawan) dan dari perkawinan
itu memperoleh dua orang putra: Ifraitsim bin Yusuf dan Misya bin Yusuf.
Demikianlah
kisah-kisah cinta yang menggugah hati saya baru-baru ini. Semoga kisah cinta
kita sekalian, saya dan anda, wahai para pembaca, seindah cinta mereka…