Bismillaah,,
Sahabatku, sesuatu yang mudah diucapkan tetapi sangat berat untuk diaplikasikan adalah ikhlash. Sementara ikhlash adalah salah satu syarat diterimanya ibadah. Bagi para Fuqaha’ keikhlasan itu terletak pada niat seseorang ketika hendak beribadah, sehingga pada ibadah-ibadah yang disyaratkan niat yang bahkan niat tersebut merupakan rukun dari ibadah-ibadah tertentu disitulah arena mengaplikasikan keikhlasan, bahkan niat yang ikhlas itu harus terwujud baik dalam hatinya, lisannya, dan fikirannya. Lalu mengupayakan keikhlasan tersebut terus menerus selama menjalankan ibadah-ibadah. Tapi saya yakin bagi kita yang masih awam dan sepanjang hari dihiasi pesona-pesona dari luar akan sangat sulit melaksanakan ibadah dengan ikhlas.
Dalam kitab Bustaan al-‘Arifiin, Imam Abu Zakariya Muhyiddin Yahya bin Syarof an Nawawy yang masyhur dengan sebutan Imam Nawawy rahimahullah berkata:
أما الاخلاص فقال الله تعالى (وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين) الآية وروينا عن حذيفة بن اليمان رضي الله تعالى عنه قال سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الاخلاص ما هو فقال سألت جبريل عن الاخلاص ما هو فقال سألت رب العزة عن الاخلاص ما هو فقال سر من أسراري أودعته قلب من أحب من عبادي
“Adapun ikhlas, maka Allah berfirman: ‘Padahal mereka hanya diperintah beribadah kepada Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama….’ (Q.S. al-Bayyinah [98]:5). Dan kami meriwayatkan dari Hudzaifah bin al-Yaman r.a. dia berkata, ‘Aku bertanya kepada Rasulullah s.a.w. tentang apakah ikhlas itu?’, maka Nabi s.a.w. bersabda,’Aku bertanya kepada Jibril tentang apakah ikhlas itu?’, maka Jibril berkata,’Aku bertanya kepada Rabbal ‘izzati (Allah) tentang apakah ikhlas itu?, maka Allah berfirman:’(Ikhlas) adalah salah satu rahasia-Ku yang Aku campakkan pada qalbu orang yang Aku cintai dari hamba-hamba-Ku….” (Kitab Bustan al-‘Arifin)
Kemudian Imam Nawawy menjelaskan uraian yang panjang tentang makna ikhlash menurut pandangan para Ulama terutama para Shufy seperti Imam al-Qusyairy, Imam Abu ‘Ali ad-Daqqaq, Imam Abu Ya’qub as-Susy, Imam Dzun Nun al-Mishry, Imam Abi Utsman, Imam Fudhayl bin ‘Iyadh dan lain-lain dari para ulama besar. Dari semua yang diuraikan kembali kepada sebuah kesimpulan bahwa beramal dengan ikhlas merupakan karunia Allah yang perlu diupayakan saat menjalankan ibadah dan amal saleh. Walaupun demikian menurut beberapa ulama ikhlash itu merupakan ‘faidhullooh’/limpahan Allah yang tidak bisa dikasab tetapi bisa dirasakan oleh orang-orang yang menerima limpahan tersebut.
Tetapi, menurut sebagian yang lain bisa dikasab/diusahakan karena ikhlas itu adalah sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim yang mukallaf agar ibadahnya diterima.
Apakah ikhlas itu? Menurut Imam Nawawy dalam banyak referensi, seperti dalam kitab al-Adzkar mendefinisikan ikhlash dengan:
اَلْعَمَلُ لِأَجْلِ اللهِ
“Beramal semata-mata karena Allah”
Sedemikian pentingnya ikhlas sehingga ia merupakan syarat diterimanya ibadah dan merupakan “karcis” menuju syurganya Allah Ta’ala. Siapa yang tidak ikhlas walaupun ibadahnya sangat hebat dalam pandangan dzahir (lahiriah), maka tidak ada yang dapat kita terima pada hari akhirat kecuali kerugian dan neraka.
Sedemikian bangganya kita dengan amal-amal yang belum seberapa padahal dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, Imam Nasa-i, dan Imam Ahmad sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ -رضي الله عنه- قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ قَالَ: كَذَبْتَ، وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لِأَنْ يُقَالَ: جَرِيءٌ، فَقَدْ قِيلَ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ، وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ، وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ، قَالَ: كَذَبْتَ، وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ: عَالِمٌ وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ: هُوَ قَارِئٌ، فَقَدْ قِيلَ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّار، وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيهَا إِلَّا أَنْفَقْتُ فِيهَا لَكَ قَالَ: كَذَبْتَ، وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ: هُوَ جَوَادٌ: فَقَدْ قِيلَ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِيَ فِي النَّارِ
Dari Abu Hurairah r.a. : Saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya manusia yang pertama kali dihisab pada hari Kiamat ialah seseorang yang mati syahid, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas, lantas Dia bertanya: 'Apa yang telah kamu lakukan di dunia wahai hamba-Ku? Dia menjawab: 'Saya berjuang dan berperang demi Engkau ya Allah sehingga saya mati syahid.' Allah berfirman: 'Dusta kamu, sebenarnya kamu berperang bukan karena untuk-Ku, melainkan agar kamu disebut sebagai orang yang berani. Kini kamu telah menyandang gelar tersebut.' Kemudian diperintahkan kepadanya supaya dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka. Dan didatangkan pula seseorang yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas, Allah bertanya: 'Apa yang telah kamu perbuat? ' Dia menjawab, 'Saya telah belajar ilmu dan mengajarkannya, saya juga membaca Al Qur'an demi Engkau.' Allah berfirman: 'Kamu dusta, akan tetapi kamu belajar ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al Qur'an agar dikatakan seorang yang mahir dalam membaca, dan kini kamu telah dikatakan seperti itu, kemudian diperintahkan kepadanya supaya dia dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka. Dan seorang laki-laki yang di beri keluasan rizki oleh Allah, kemudian dia menginfakkan hartanya semua, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas.' Allah bertanya: 'Apa yang telah kamu perbuat dengannya? ' dia menjawab, 'Saya tidak meninggalkannya sedikit pun melainkan saya infakkan harta benda tersebut di jalan yang Engkau ridlai." Allah berfirman: 'Dusta kamu, akan tetapi kamu melakukan hal itu supaya kamu dikatakan seorang yang dermawan, dan kini kamu telah dikatakan seperti itu.' Kemudian diperintahkan kepadanya supaya dia dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka." (H. R. Imam Muslim, Imam Nasa-i, dan Imam Ahmad)
Sahabatku, mari kita berfikir dan bertanya pada diri sendiri, “Apakah kita sudah yakin akan menjadi orang yang selamat kelak..... ? Apakah ibadah yang telah dilakukan dengan membusungkan dada itu telah yakin akan diterima? Apakah kita sudah benar-benar menjalankan keikhlasan dalam niat dan ibadah kita?” Wallahu A’lam
Subhanallah, Mahasuci Engkau Ya Allah.... ampunilah kami dari segala kekurangan dalam menjalankan ibadah, jangankan menjalankan ibadah dengan ikhlash memiliki tanda-tanda ikhlash pun masih sedemikian jauh..
Subhanallah, Mahasuci Engkau Ya Allah.... ampunilah kami dari segala kekurangan dalam menjalankan ibadah, jangankan menjalankan ibadah dengan ikhlash memiliki tanda-tanda ikhlash pun masih sedemikian jauh..
اللّهُمَّ اجْعَلْنَا مِمَّنْ أَخْلَصَ إِيْمَانَهُ وَقَلْبَهُ فِيْ جَمِيْعِ الْعِبَادَاتِ
“Ya Allah, jadikan kami termasuk orang yang menjalankan keikhlasan dalam iman dan qalbunya dalam segala ibadah.” Aammiin
Walhamdu lillaah