Bismillaah,,
Salah satu hikmah shaum adalah membentuk pribadi-pribadi yang handal untuk menjadi pemimpin. Setiap kita adalah pemimpin, dan suatu saat akan mempertanggungjawabkan kepemimpinan tersebut. Pemimpin yang baik adalah yang mampu menjadi teladan bagi pengikutnya, dan tentunya memiliki “ability” (kemampuan) dan “competency” (kompetensi). Adanya kemampuan dan kompetensi terlahir setelah seseorang mengalami berbagai proses dalam hidupnya, terutama dalam hal kemampuan menghadapi situasi sulit dan kemampuan mengendalikan diri. Ibadah shaum akan memberikan efek terhadap hal itu, tentunya ketika seseorang melakukan shaum dengan “iimaanan wa-htisaaban”.
Agama Islam termasuk yang memperhatikan hal ini, termasuk dalam kepemimpinan shalat atau menjadi pemimpin suatu kaum. Pada bab siapa yang lebih berhak menjadi pemimpin, imam Muslim dalam shahihnya meriwayatkan hadits sebagai berikut:
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:” يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ، فَإِنْ كَانُوا فِي الْقِرَاءَةِ سَوَاءً، فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ، فَإِنْ كَانُوا فِي السُّنَّةِ سَوَاءً، فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً، فَإِنْ كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً، فَأَقْدَمُهُمْ سِلْمًا، وَلَا يَؤُمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِي سُلْطَانِهِ، وَلَا يَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلَّا بِإِذْنِهِ” قَالَ الْأَشَجُّ فِي رِوَايَتِهِ: مَكَانَ سِلْمًا سِنًّا
Dari Abi Mas’ud al-Anshary, ia berkata, telah bersabda Rasulullah s.a.w., “(Yang pantas) mengimami suatu kaum adalah mereka yang paling pandai membaca Kitab Allah (al-Qur’an). Jika mereka sama pandai, pilihlah yang lebih mengetahui tentang sunnah. Jika mereka sma alimnya, pilihlah yang lebih dulu hijrah. Jika mereka bersamaan dalam hijrah, pilihlah yang lebih tua usianya (dalam memeluk Islam). Janganlah kamu menjadi imam di wilayah kekuasaan orang lain dan janganlah duduk di tempat yang disediakan khusus untuk kemuliaan seseorang, kecuali dengan izinnya.” (Shahih Muslim)
Hadits di atas menurut para ulama adalah kriteria-kriteria seseorang yang berhak menjadi imam dalam shalat. Akan tetapi saya berpendapat, kriteria ini bisa diterapkan juga pada kepemimpinan di luar shalat dengan beberapa pendekatan.
Dalam kitab al Minhaj, yang merupakan syarah imam Nawawy atas kitab Shahih Muslim dalam uraian yang panjang, kriteria “aqro-uhum” dalam pandangan ulama terdapat perbedaan pendapat. Madzhab Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, dan sebagian Ashab Syafi’i berpendapat “aqro-uhum” (mereka yang lebih pandai membaca Kitab Allah) didahulukan daripada “أفقههم “ /afqohuhum (mereka yang lebih faham Kitab Allah). Tetapi menurut Imam Malik dan Imam asy-Syafi’i, kriteria “أفقههم “ /afqohuhum didahulukan daripada “aqro-uhum”. Buktinya adalah Sayyidina Abu Bakar r.a. didahulukan menjadi imam shalat padahal Rasulullah s.a.w. mengetahui ada sahabat lain yang lebih pandai bacaannya daripada Sayyidina Abu Bakar r.a. bahkan imam Nawawy menyebutkan satu pendapat, bahwa kriteria yang paling penting adalah “ الأورع“/al-Awro’u (yang lebih wara’, lebih hati-hati dalam memperhatikan halal dan haram). “Al-Awro’u” ini lebih didahulukan daripada “al-Afqahu” dan “al-Aqra-u”, karena maksud kepemimpinan akan berhasil melalui orang yang lebih wara’ daripada selainnya. Dan selanjutnya an-Nawawy menguraikan kriteria-kriteria berikutnya. (Lihat kitab al-Minhaj Syarh shahih Muslim bin al-Hajjaj, Dar Ihyaa at-Turats al-‘Araby, cetakan ke-2 Juz 5 hal. 172, 1392 H)
Sahabatku, memang mencari kriteria pemimpin yang ideal itu cukup sulit di masa sekarang walaupun di dalam hadits di atas usia menjadi kriteria terakhir dalam kepemimpinan. Kemampuan dan kompetensi menjadi pilihan utama dan pertama dibandingkan dengan semuanya. Senioritas memang salah satu kriteria, akan tetapi harus ditempatkan secara proporsional.
Inilah salah satu kendala di negeri kita yang sering menerapkan masalah senioritas tetapi bukan pada tempatnya, tidak proporsional yang akhirnya malah berakibat tidak baik kepada suatu lembaga atau organisasi yang sedang dikelola. Apalagi, ketika tingkat wara’ nya tidak nampak, maka antara yang halal dengan yang haram menjadi “abu-abu”, permasalahan bangsa yang multidimensi menurut saya salah satunya disebabkan kesalahan dalam mengangkat “pemimpin”. Dikhawatirkan ketika semua ini terus terjadi, maka Firman Allah menjadi kenyataan:
يستبدل قوما غيركم ولا يكونوا أمثالكم
“..... tergantikan oleh kaum selainmu dan tiada yang sepertimu.” (al-Qur’an)
Maka berhati-hatilah dalam masalah kepemimpinan, karena tugas kita di dunia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT dan menjadi khalifah fil ardh (pengatur muka bumi ini).
إِلهي طُوْل الْأَمَلِ غَرَّنِيْ وَحُبَ الدُّنْيَا أَهْلَكَنِيْ وَالشَّيْطَان أَضَلَّنِيْ وَالنَّفْس الْأَمَّارَة بِالسُّوْءِ عَنِ الْحَقِّ مَنَعَتْنِيْ وَقَرِيْنُ السُّوْءِ عَلَى الْمَعْصِيَّةِ أَعَانَنِيْ فَأَغِثْنِيْ يَا غِيَاثَ الْمُسْتَغِيْثِيْنَ فَإِنْ لَمْ تَرْحَمْنِيْ فَمَنْ ذَا الَّذِيْ يَرْحَمُنِيْ غَيْركَ
“Ilahi, panjangnya angan-angan telah menipuku, cinta dunia telah mencelakakanku, syetan telah menyesatkanku, nafsu ammarah yang mengajak kepada keburukan yang menentang dari kebenaran telah menghalangiku, teman yang jahat telah menolongku berbuat maksiat. Maka tolonglah aku, wahai Penolong orang-orang yang memohon pertolongan, jika Engkau tidak merahmatiku maka siapa lagi yang akan menyayangiku selainMu.”
Aammiin,,
Walhamdu lillaah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar